Semarang (ANTARA News) - Ekonom Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Nugroho SBM, menyatakan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) karena nilai rupiah terus menguat.
"Tanpa mematok BI rate tinggi, seperti sekarang ini yang mencapai 6,75 persen, rupiah tetap akan menguat. BI setidaknya bisa menurunkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin menjadi 6,25 persen," katanya di Semarang, Selasa.
Krisis finansial yang melanda Eropa dan melambatnya perekonomian Amerika Serikat (AS), menurut Nugroho, menyebabkan modal mengalir deras ke Asia, termasuk ke Indonesia, yang mengalami pertumbunan tinggi bersama China dan India.
Dosen Fakultas Ekonomi Undip itu mengemukakan, pematokan bunga tinggi malah hanya mendorong aliran uang dari luar negeri ditempatkan dalam investasi jangka pendek, seperti di pasar modal dan deposito yang lebih aman, namun menjanjikan keuntungan agak tinggi.
"Di Eropa dan Jepang, misalnya, bunga deposito nyaris nol persen, namun di Indonesia perbankan rata-rata memberi 4-5 persen per tahun. Kalau punya puluhan miliar rupiah, bunganya lebih tinggi lagi," katanya.
Ia mengkhawatirkan aliran dana yang masuk ke Indonesia dibenamkan dalam investasi jangka pendek, seperti di bursa saham atau deposito, padahal negeri ini membutuhkan investasi langsung yang besar untuk menggerakkan sektor riil demi memacu pertumbuhan.
Menurut dia, sektor riil bisa tumbuh cepat bila memiliki dukungan infrastruktur memadai, birokrasi yang efisien, dan tata kelola pemerintahan yang bersih.
"Satu hal lagi, bila bunga kredit rendah sehingga mampu menciptakan daya saing usaha," katanya.
Akan tetapi, kata Nugroho, yang terjadi saat ini Indonesia masih bergumul dengan infrastruktur yang karut-marut, birokrasi belum efisien, dan korupsi yang melanda di berbagai sektor.
"Ketiga hal tersebut sangat membebani daya saing dunia bisnis. Tiga hal tersebut ditambah suku bunga tinggi kian meredupkan daya saing," kata Nugroho.
Ia mengemukakan, bank-bank pemerintah harus menjadi pelopor penurunan suku bunga pinjaman, jika BI menurunkan SBI. Pengalaman selama ini, kata Nugroho, bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) malah enggan menurunkan suku bunga meski BI sudah menurunkan bunga acuan.
"Bank-bank BUMN kan ditarget setor keuntungan ke kas negara. Jadi, sepanjang mereka masih bisa menjual kredit dengan bunga tinggi, mereka tidak selamanya mengikuti penurunan suku bunga BI. Mereka sebagai entitas bisnis juga dituntut meraih keuntungan tinggi," katanya.
Akan tetapi, kata Nugroho, penurunan bunga acuan oleh BI setidaknya akan memaksa perbankan meninjau ulang bunga kredit yang diberlakukan saat ini, yakni sekitar 13 hingga 14 persen per tahun (bunga efektif).
(U.A030/M028)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011