Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan permintaan maaf yang telah disampaikan majalah Jyllands-Posten maupun Pemerintah Denmark atas pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW wajib diterima oleh umat Islam. MUI, sementara itu, meminta dunia Barat agar kebebasan pers yang mereka gembar-gemborkan jangan sampai melanggar kebebasan beragama, termasuk kebebasan untuk menghargai hal-hal yang dianggap suci oleh agama. "Jadi kalau media Denmark yang memuat pertama kali karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad tersebut, kemudian Pemerintah Denmark, Dubes Denmark di Indonesia juga sudah sampaikan penyesalan dan permohonan seperti itu, maka kewajiban kita umat Islam untuk menerima permohonan maaf itu," kata Wakil Ketua Umum MUI, Din Syamsuddin, di Jakarta, Rabu, seusai bersama sejumlah pemuka agama dan kalangan media massa bertemu dengan Menlu Hassan Wirajuda, di Gedung Deplu, Jalan Pejambon, Jakarta. Din, yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, mengingatkan bahwa ajaran Islam menekankan sikap menerima dan memberi maaf karena hal tersebut merupakan perbuatan mulia. Jyllands-Posten maupun Pemerintah Denmark telah menyatakan penyesalan terhadap pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW, menyusul merebaknya aksi protes terhadap pemuatan itu, yang bahkan di beberapa negara berujung kepada tindakan pembakaran gedung kantor perwakilan Denmark. Din juga mengajak umat Islam, khususnya di Indonesia, untuk tidak terjebak kepada tindakan kekerasan dan anarkis dalam menyikapi pelecehan terhadap Nabi Muhammad oleh Jyllands-Posten, apalagi media itu telah menyatakan meminta maaf. "Saya kira aksi-aksi yang dilakukan telah sampai pesannya. Kalau merasa kurang, silakan sampaikan lagi lewat jalur-jalur yang efektif (dan tidak melalui kekerasan, red)," katanya. Cegah perbenturan peradaban Ia menyatakan aksi unjukrasa yang dilakukan umat Islam terhadap pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW sebagai sesuatu yang sangat wajar. Namun ia mengingatkan agar aksi protes tidak mengambil bentuk tindak kekerasan dan anarkisme, karena selain bertentangan dengan nilai Islam, juga dapat merusak citra Islam Indonesia. "Jangan sampai terjebak merusak citra Islam dan potensial untuk dimasuki, ditunggangi oleh pihak-pihak yang sengaja untuk menampilkan citra Islam Indonesia sebagai umat yang tidak toleran, umat yang keras dan senang kepada anarkisme," tegas Din. Aksi-aksi protes, ujarnya, cukup disampaikan secara baik dan positif, karena yang penting pesan yang ingin disampaikan tercapai, yaitu pers, pemerintahan dan dunia Barat memahami bahwa kebebasan pers dan HAM ala Barat juga jangan sampai melanggar kebebasan agama, termasuk kebebasan umat berbagai agama untuk menghargai hal-hal yang suci. Ia juga meminta pers dan negara-negara Barat untuk berupaya memahami Islam agar tidak terjadi benturan peradaban antara Islam dan Barat. "Sebab kalau ini terulang kembali, dan mereka tidak memahami Islam, saya kira akan terjadi dan mendorong radikalisasi di dunia Islam, termasuk di Indonesia, dan sangat potensial untuk membawa terjadinya benturan peradaban atau 'clash civilization' antara Islam dan Barat. Tentu ini semua harus kita hindari," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006