Nazaruddin itu banyak ilmunya, dia bilang mau ungkapkan semuanya tapi terus minta kita matikan rekaman kita dulu, ya saya tidak mau. Ini kan ilmu dari langit namanya,"
Jakarta (ANTARA News) , Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi ragu terhadap keterangan mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Menurut Ketua Komite Etik KPK, Abdullah Hehamahua, di Jakarta, Senin, beberapa keterangan Nazaruddin berbeda dengan saat dikonfrontir dengan saksi-saksi lain.
Keterangan Nazar yang berbeda tersebut berkaitan dengan Yulianis. Menurut Abdullah, tersangka kasus dugaan suap proyek wisma atlet Jakabaring tersebut menyebut Yulianis selaku Wakil Direktur Keuangan Grup Permai diberhentikan, padahal Yulianis mengaku sudah ingin berhenti dua bulan setelah bekerja.
Abdullah mengatakan Yulianis tidak jadi berhenti karena diancam oleh Nazaruddin. "Yulianis mengkhawatirkan keselamatan keluarganya".
Keterangan lain yang meragukan, menurut dia, terkait kedudukan Yulianis di Grup Permai. Nazar menginginkan Yulianis menjadi Direktur Keuangan, karena jika terjadi sesuatu Yulianis otomatis bertanggung jawab.
"Yulianis menolak karena dia tahu keuangan kondisi keuangan," ujar Abdullah.
Hal ketiga yang diragukan Komite Etik KPK adalah pernyataan Nazaruddin soal uang tunai yang dibawa ke acara pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung. "Yang disebutkan Nazaruddin berbeda dengan Yulianis yang memang memegang data keuangan," kata Abdullah.
Ia menegaskan hal yang bisa dipercaya dari Nazaruddin adalah pertemuan dengan Ade Rahadja dan Chandra M Hamzah. "Tapi kalau soal (penerimaan) uang hal tersebut perlu diteliti lagi lebih jauh, kecuali memang ada pengakuan".
"Nazaruddin itu banyak ilmunya, dia bilang mau ungkapkan semuanya tapi terus minta kita matikan rekaman kita dulu, ya saya tidak mau. Ini kan ilmu dari langit namanya," ujar Abdullah.
Ia menegaskan tidak lagi membutuhkan keterangan Nazaruddin, kecuali jika mantan anggota dewan itu memiliki alat bukti yang ingin diserahkan. "Karena dia janji kalau ada rekaman cctv itu dia akan serahkan ke Komite Etik".
(V002)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011