Jakarta (ANTARA) - Hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei Y-Publica menunjukkan tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo kembali naik, yakni 75,8 persen.
"Temuan survei Y-Publica menunjukkan sebanyak 75,8 persen publik merasa puas, bahkan 5,3 persen di antaranya sangat puas," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan naiknya kepuasan publik atas kinerja Presiden Jokowi dipengaruhi oleh beberapa kebijakan yang diambil, terutama penanganan COVID-19 dan pertumbuhan ekonomi.
Pada saat kasus COVID-19 harian bergerak turun, pemerintah mulai melonggarkan pembatasan sosial dan memperbarui aturan terkait mobilitas.
Baca juga: Survei CPCS: 81,1 persen publik puas dengan kinerja Jokowi
Kebijakan terbaru, yakni persyaratan tes antigen dan PCR untuk perjalanan jarak jauh ditiadakan bagi masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin lengkap dan dosis ketiga.
Kemudian termasuk pula kebijakan karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri yang hanya satu hari. Bahkan, khusus wisatawan yang masuk melalui bandara di Bali tidak perlu karantina.
Seiring dengan membaiknya situasi pandemi COVID-19, grafik pertumbuhan ekonomi juga bergerak dalam zona positif. Pada kuartal IV Tahun 2021 tercatat ekonomi tumbuh sebesar 5,02 persen. Setelah sebelumnya minus pada 2020, kini pertumbuhan mencapai 3,69 persen sepanjang 2021.
Kendati demikian, ujarnya, kepuasan publik sempat turun di angka 70,3 persen pada survei November 2021 setelah mencapai rekor 80,2 persen pada Mei 2021.
Meskipun kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi tinggi, Rudi mengingatkan bahwa realitas di lapangan bisa tampak berbeda. Sebagai contoh, kelangkaan minyak goreng yang menimbulkan antrean panjang para ibu rumah tangga di sejumlah daerah. Demikian juga harga kedelai dan daging sapi yang naik.
Baca juga: Survei: Kepuasaan publik atas kinerja Presiden capai 80,3 persen
"Pandemi masih menimbulkan masalah pada rantai pasok secara global, ditambah dengan faktor-faktor domestik lainnya yang berpengaruh pada rentannya ketahanan pangan di dalam negeri," jelas Rudi.
Situasi perang di Ukraina juga berpotensi menambah gejolak kenaikan harga komoditas termasuk pangan dan energi. Oleh karena itu, Rudi menilai pemerintah masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk menjaga ketersediaan barang-barang dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
"Jika tidak diatasi dengan baik, bisa jadi kepuasan publik akan stagnan atau bahkan melorot," ujarnya.
Survei Y-Publica dilakukan pada 24 Februari hingga 4 Maret 2022 terhadap 1.200 orang yang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Data diambil melalui wawancara tatap muka dan responden dipilih secara multistage random sampling. Untuk margin of error sekitar 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca juga: Survei: Kepuasan publik atas kinerja Presiden tertinggi sejak pandemi
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022