Ambon (ANTARA News) - Korban tewas terkena peluru nyasar aparat keamanan yang menghalau bentrokan warga di kota Ambon saat ini berjumlah tiga orang dan puluhan lainnya masih menjalani perawatan medis di sejumlah rumah sakit.
Kabag Umum yang juga membidangi Humas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, Bakrie Asyatri di Ambon, Minggu malam mengatakan, dua korban tewas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Haulussy Ambon dan satu lainnya di RS Alfatah.
"Sesuai data yang dihimpun pemprov, korban tewas di RS Alfatah terindentifikasi bernama Syahril Ely (22) dan saat ini telah dievakuasi ke kampung halamannya," kata Bakrie.
Kepala RS Alfatah, dr Nona Maricar belum bersedia memberikan keterangan saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, namun Bakrie membenarkan adanya satu korban meninggal di rumah sakit tersebut akibat terkena peluru nyasar di bahagian dagu.
Selain itu, 65 korban luka tembak maupun luka terkena lemparan batu dirawat di RS Alfatah, sedangkan lebih dari 18 korban lainnya menjalani perawatan medis di RSUD dr Haulussy, sepuluh korban luka akibat lemparan batu dan botol dirawat di RS Sumber Hidup ditambah sepuluh korban lainnya di RS Bhakti Rayahu Ambon.
Selain warga sipil, sejumlah aparat Brimob dan polisi yang melerai pertikaian warga ini juga terkena lemparan baru dan dievakuasi ke rumah sakit terdekat.
Humas RSUD dr M. Haulussy Ambon, dr Ita Sabrina membenarkan dua korban tewas di rumah sakit itu bernama Djefry Siahaan dan Clieford Belegur yang terkena peluru nyasar di bahagian perut dan dada kiri.
Bentrokan antarwarga ini dipicu kematian seorang tukang ojek Darwia Saiman di kawasan Gunung Nona pada Sabtu malam (10/9) akibat laka lantas tunggal, namun diisukan tewas dianiaya.
Kasat Lantas Polres Ambon dan Pp Lease, AKP Marinus Djati mengatakan, dirinya bersama Kapolres dan Wakil Wali kota Ambon, Sam Latuconsina sudah mendatangi keluarga korban di Waehaong untuk menjelaskan persoalannya dan diterima, namun isu miring ini sudah berkembang dan memprovokasi massa. (D008/Z002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011