Sanaa (ANTARA News) - Sebanyak 90 prajurit Yaman di sebuah pangkalan militer yang terkepung dan 30 pemimpin Al-Qaida tewas di kota Zinjibar, Yaman selatan, dalam waktu tiga bulan, kata kantor berita Saba mengutip pernyataan wakil presiden, Minggu.

Wakil Presiden Abdrabuh Mansur Hadi mengatakan kepada sejumlah diplomat Eropa, ke-90 prajurit itu semuanya berasal dari Brigade Mesin 25 yang terkepung sejak militan menguasai kota itu pada Mei, kata Saba di situs beritanya, lapor AFP.

Hadi mengatakan, lebih dari 600 prajurit dari brigade yang sama terluka.

Saba mengutip Hadi yang mengatakan, 30 pemimpin lokal Al-Qaida tewas dalam kurun waktu sama, yang membuat Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, Yaman selatan, menjadi "pemakaman bagi jaringan teroris Al-Qaida".

Pemerintah mengumumkan, Sabtu, militer telah "membebaskan" Zinjibar, yang dikuasai kelompok militan yang diyakini terkait dengan Al-Qaida pada Mei.

Namun, Minggu, seorang pejabat militer yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, militer hanya menguasai lagi bagian-bagian utara dan timur dari kota itu.

Sejak akhir Mei, gerilyawan menguasai sejumlah kota di provinsi Abyan, dengan memanfaatkan kondisi pemerintah pusat yang melemah akibat gelombang protes menentang kekuasaan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Pasukan keamanan Yaman selama beberapa pekan ini memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Al-Qaida di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei.

Kekerasan menewaskan lebih dari 150 prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri "Pengikut Sharia" menguasai sebagian besar Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, pada 29 Mei.

Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Al-Qaida, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.

Pertempuran di Abyan itu berlangsung ketika protes massal yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh memasuki bulan ketujuh, yang melumpuhkan sejumlah kota dan mendorong negara itu ke dalam ketidakpastian politik.

Saleh berada di sebuah rumah sakit di Arab Saudi sejak Juni setelah ia cedera dalam serangan bom terhadap istananya di Sanaa, namun ia menolak menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011