Masyarakat belum perlu mengungsi tetapi aktivitas ini terus kami pantau
Yogyakarta (ANTARA) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) memastikan aktivitas Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah hingga saat ini belum membahayakan penduduk yang tinggal di lereng gunung itu.
"Kondisi atau aktivitas Merapi saat ini masih belum membahayakan penduduk yang ada di luar area yang sudah kami tentukan potensi bahayanya," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida saat konferensi pers virtual diikuti di Yogyakarta, Kamis.
Seperti diwartakan Gunung Merapi mengeluarkan serangkaian awan panas guguran (APG) paling jauh 5.000 meter dan mengarah ke arah tenggara pada Rabu (9/3) sejak pukul 23.18 WIB dan berlanjut hingga Kamis (10/3) dini hari.
Selain itu teramati pula lava pijar sebanyak 7 kali dengan jarak luncur maksimum 1.800 meter ke arah barat daya.
Menurut Hanik, rangkaian aktivitas Merapi tersebut belum mengharuskan warga setempat mengungsi.
Apabila terjadi luncuran material baik lava pijar maupun awan panas guguran, kata dia, diperkirakan masih akan mengalir melalui alur-alur sungai berhulu Merapi.
"Masyarakat belum perlu mengungsi tetapi aktivitas ini terus kami pantau perkembangannya dan kalau ada yang signifikan akan kami evaluasi," kata dia.
Baca juga: BPBD DIY: Seluruh warga Merapi yang mengungsi kembali ke rumah
Baca juga: BPBD Sleman : Jalur penambangan dan wisata lereng Merapi ditutup
Ia mengatakan BPPTKG masih mempertahankan status Merapi pada level III atau siaga.
Radius potensi bahayanya, menurut Hanik, masih sesuai rekomendasi yang ditetapkan BPPTKG sebelumnya.
Pada sektor tenggara, potensi bahaya guguran lava dan awan panas meliputi Sungai Woro sejauh 3 kilometer dan Sungai Gendol 5 kilometer. Sedangkan lontaran vulkanik jika terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau 3 kilometer dari puncak.
Hanik menjelaskan serangkaian awan panas guguran yang bertubi-tubi meluncur dari Merapi mulai 9-10 Maret 2022 dipicu oleh runtuhnya kubah lava bagian tengah kawah karena akumulasi tekanan magma yang terus menerus bertambah.
Menurut dia, kubah lava yang berada di tengah kawah puncak Merapi terus mengalami pertumbuhan, namun karena posisinya tepat berada di tengah maka relatif stabil hingga magma yang terakumulasi mengalami pembekuan dan pembebanan di permukaan.
"Begitu ada tekanan yang menerus, ada akumulasi tekanan sehingga ada ketidakstabilan. Ketidakstabilan itu ada di sisi tenggara sehingga begitu ada bukaan maka terjadi awan panas yang menerus seperti ini," kata dia.
Selama ini awan panas maupun guguran lava Merapi lebih banyak meluncur melalui kubah lava barat daya karena posisinya yang tidak stabil di lereng sisi barat daya puncak Merapi atau di atas lava sisa erupsi tahun 1997.
"Aktivitas selama ini ada di (kubah lava) sisi barat daya begitu ada suplai magma kemudian langsung meluncur," ujar Hanik Humaida.
Sebelumnya, BPPTKG mengamati terjadinya peningkatan aktivitas seismik Gunung Merapi pada Rabu (9/3) malam.
BPPTKG mencatat 5 kali kejadian awan panas guguran ke arah tenggara pada 9 Maret pada pukul 23.18, 23.29, 23.38, 23.44, 23.53 WIB dengan jarak luncur maksimal 5 km.
Berikutnya pada 10 Maret 2020, BPPTKG mencatat 11 kali kejadian awan panas ke arah tenggara yakni pada pukul 00.22, 00.54, 01.00, 01.22, 01.35, 01.59, 02.07, 02.43, 02.58, 03.00, dan 04.43 WIB dengan jarak luncur maksimal 2 km.
Baca juga: Merapi luncurkan awan panas guguran ke tenggara sejauh lima kilometer
Baca juga: Kubah lava Gunung Merapi tumbuh hingga 10 ribu meter kubik per hari
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022