Lebak (ANTARA News) - Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Lebak mendesak penambang emas ilegal yang makin marak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Blok Cikidang ditindak tegas karena merusak ekosistem habitat di wilayah itu.
"Kami minta penambang emas ilegal yang beroperasi di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) ditindak tegas karena merusak pelestarian alam," kata Ketua Bidang Investigasi Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Ampel) Jalu Harto, di Rangkasbitung, Jumat.
Ia mengatakan, selama ini penambang emas tanpa izin di kawasan hutan konservasi TNGHS Blok Cikidang makin marak menyusul pemerintah daerah memberikan toleransi waktu oleh tim pascatambang.
Semestinya, pemberian izin toleransi tersebut sudah tidak ada lagi kegiatan penambangan emas liar.
"Masa toleransi waktu sudah habis Agustus, namun kenyataannya kegiatan penambang emas ilegal masih ada," ujarnya.
Ia juga mengatakan, pihaknya meminta tim pascatambang bertanggung jawab atas pemberian izin kepada para penambang ilegal karena saat ini mereka masih beroperasi melakukan aktivitas penggalian.
Padahal, kata dia, mereka izin toleransi sudah habis sesuai dengan batas waktu yakni Agustus.
"Kami minta tim pascatambang segera melakukan tindakan tegas kepada mereka yang masih membandel melakukan penambangan ilegal," katanya.
Ketua tim pascatambang yang juga Asisten Daerah (Asda) II Sekretariat Daerah Kabupaten Lebak Robert Chandra, mengatakan, pihaknya saat ini sedang mempersiapkan langkah operasi penegakan hukum bagi penambang emas ilegal karena bisa merusak lingkungan alam.
"Kami berharap penambang ilegal tidak melakukan kegiatan lagi karena masa toleransi sudah habis," katanya.
Ia menyebutkan, apabila para penambang ilegal itu masih membandel dan tidak menaati keputusan yang dikeluarkan Pemkab Lebak kemungkinan akan diberikan sanksi tegas sesuai perundang-undangan.
"Kami berharap mereka tidak melakukan aktivitas penambangan ilegal lagi karena masa toleransi yang diberikan tim pascatambang sudah habis," ujarnya. (MSR/Z002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011