Seharusnya tidak boleh ada pernyataan dipublikasikan tanpa argumentasi faktual menjadi sandarannya.

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak membuat polemik baru terhadap umat Islam, khususnya isu dengan radikalisme.

"Dua kali reaksi keras Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas pernyataan dari BNPT ini menurut saya tidak sepatutnya terjadi. BNPT mestinya tidak lagi terkesan memberikan polemik baru terhadap umat Islam, khususnya isu radikalisme," kata Pangeran Khairul Saleh di Jakarta, Rabu.

Pangeran mengemukakan hal itu terkait dengan pernyataan MUI yang mengkritik pernyataan BNPT mengenai lima ciri penceramah radikal.

Ia menilai kritik MUI terkait dengan lima ciri penceramah radikal adalah kali kedua setelah pernyataan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Selasa (25/1) yang menyebutkan 198 pesantren yang terafiliasi jaringan terorisme.

Menurut dia, bukan hal yang bisa dianggap tepat jika apa yang disampaikan BNPT justru membuat umat Islam dan MUI menjadi resah.

"Seharusnya tidak boleh ada pernyataan dipublikasikan tanpa argumentasi faktual menjadi sandarannya, khususnya berkenaan dengan isu dan makna radikalisme atau khalifah dan lain-lainnya itu," ujarnya.

Pangeran berharap komunikasi dan sinergi penguatan kerjasama BNPT dan MUI mesti segera direalisikan, tidak saja untuk merumuskan kesepakatan bersama, tetapi untuk menghindari kesalahpahaman kedua pihak.

Langkah itu, menurut dia, agar tercipta formulasi dan strategi yang tepat bahwa menanggulangi bahaya terorisme tidak hanya menjadi tugas BNPT saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak.

Pangeran mengaku setuju dengan pernyataan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar agar semua komponen bangsa bersatu mengantisipasi penetrasi ideologi terorisme.

"Akan tetapi, seharusnya juga menjadi kewaspadaan bersama bahwa isu radikalisme jangan sampai memutus rantai penguat persatuan kita sendiri melalui stigmatisasi dan distorsi narasi yang dinilai menyudutkan umat Islam," katanya.

Politikus PAN itu percaya bahwa penguatan persatuan umat Islam akan menguatkan persatuan kebangsaan sehingga upaya mengajak dan meningkatkan ukhuwah islamiah tidak hanya menjadi tanggung jawab MUI, tetapi juga menjadi tanggung jawab BNPT.

Menurut dia, dari hal tersebut, tugas bersama memutus rantai radikalisme akan berjalan damai tanpa harus membuat gaduh.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi Widodo terkait dengan penceramah radikal merupakan peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.

Pernyataan Presiden pada Rapat Pimpinan TNI/Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa, (1/3), itu harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah, dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme, katanya dalam siaran pers Pusat Media Damai BNPT, Sabtu (5/3).

"Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” katanya.

Untuk mengetahui penceramah radikal, Nurwakhid mengurai beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah.

Baca juga: KSP: Pesan presiden soal penceramah radikal bukan mengada-ada

Baca juga: Sahroni: BNPT tepat minta warga antisipasi penyebaran radikalisme

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022