Jakarta (ANTARA) - Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menyatakan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting (RAN PASTI) bisa disesuaikan dengan kondisi di setiap daerah dalam menurunkan angka prevalensi kekerdilan (stunting).

“Pemerintah daerah tak perlu membuat Rencana Aksi Daerah (RAD), karena RAN PASTI sudah sangat detail dalam hal kegiatan, sasaran dan indikatornya,” kata Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Suprayoga Hadi dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima di Jakarta, Rabu.

Suprayoga menuturkan RAN PASTI merupakan suatu peraturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan kekerdilan. Nantinya, arahan RAN PASTI akan disesuaikan dengan konteks daerah masing-masing.

Sebagai pedoman pelaksanaan, RAN PASTI akan mengkonvergensikan berbagai kegiatan, program dan anggaran yang masuk pada pemerintah pusat, daerah juga pemangku kepentingan lainnya.

Baca juga: BKKBN siapkan 200 ribu tim pendamping untuk turunkan angka "stunting"

Baca juga: BKKBN siapkan Rp16,4 miliar untuk penanganan kekerdilan di Jember

“Kami menyadari bahwa upaya percepatan sudah tidak lama lagi untuk mencapai 14 persen. Mudah-mudahan ini menjadi panduan bersama untuk diterjemahkan, dikonversi menjadi rencana sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dihadapi masing-masing daerah,” kata dia.

Menurut Suprayoga ada tiga pendekatan dalam RAN PASTI yakni pendekatan keluarga berisiko kerdil yang dilakukan dengan intervensi hulu yaitu pencegahan lahirnya bayi lahir kerdil dan penanganan balita kerdil.

Kemudian pendekatan multi sektor dan multi pihak melalui pentahelix yaitu menyediakan platform kerjasama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan dan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif yang berfokus pada program inkubasi.

Seperti memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi sejak tiga bulan calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval, baduta dan balita didukung dengan penyediaan sanitasi, akses air bersih serta bantuan sosial (bansos).

Anggota Tim Penyaji Pusat Dian Kristiani Irawaty mengatakan konvergensi layanan tingkat keluarga dalam RAN PASTI yang dijalankan seperti pemberian tablet tambah darah pada calon pengantin, pendampingan kesehatan reproduksi dan edukasi gizi sejak tiga bulan pra-nikah.

“Bagi ibu hamil mendapatkan minimal 90 TTD, pendampingan, ibu hamil yang kurang energi kronik (KEK) mendapat asupan gizi, ibu hamil dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT) mendapat tatalaksana kesehatan,” kata Dian.

Untuk masa pasca persalinan, ibu mendapatkan layanan keluarga berencana setelah melahirkan. Sedangkan balita 0-23 bulan yang berat badan di bawah 2,5 kilogram dan tinggi badan di bawah 48 sentimeter akan mendapatkan tata laksana kesehatan dan gizi.

Begitu pula dengan bayi usia 6-23 bulan mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), balita 0-23 bulan dengan infeksi kronik mendapatkan tata laksana kesehatan, bila gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi dan anak gizi buruk mendapat tata laksana gizi buruk.

Disebutkan sosialisasi RAN PASTI sedang dilakukan di delapan provinsi yang masuk dalam regional I yakni Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, DKI Jakarta dan Kalimantan Tengah.

BKKBN menyelenggarakan sosialisasi dengan dua cara yakni di 12 provinsi yang memiliki angka prevalensi tertinggi melalui kunjungan lapangan dan daring yang dibagi menjadi tiga regional dengan mempertimbangkan keseimbangan jumlah peserta setiap regional.

Baca juga: 15 kabupaten NTT darurat kekerdilan

Baca juga: BKKBN terus masifkan peran perguruan tinggi guna turunkan kekerdilan

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022