Menurut informasi yang diperoleh di Surabaya, Kamis, Wishnu Wardhana akhirnya bersedia memberikan persetujuan anggota dewan yang dikenal sebagai "Kelompok 20" (K-20) itu, untuk mengikuti perjalanan dinas ke luar kota selama tiga hari pada 7-9 September 2011.
Hampir seluruh anggota dewan ikut dalam kegiatan itu, termasuk anggota K-20 yang sekitar 1,5 bulan tidak diizinkan mengikuti kunjungan kerja, bimbingan teknis atau konsultasi.
Perubahan sikap Wishnu Wardhana itu, diketahui setelah adanya pertemuan antara Wishnu dengan anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) Erick Reginal Tahalele, yang selama ini diketahui paling ngotot memprotes kebijakannya.
Sementara itu, Wishnu Wardhana dan Erick Tahalele belum berhasil dikonfirmasi terkait pertemuan tersebut. Telepon seluler keduanya juga sulit dihubungi.
Sebelumnya, Wishnu dan Erick sering bersitegang. Masalah terakhir yang dipersoalkan adalah anggota dewan diminta menandatangani surat pernyataan sebelum melakukan perjalanan dinas.
Kebijakan Wishnu ini ditentang 22 anggota dewan yang kemudian menyusut tinggal 20 orang. Imbasnya, Wishnu tidak pernah menandatangani surat perjalanan dinas untuk ke-20 orang anggota DPRD tersebut.
Anggota dewan Kelompok 20 sempat dua kali melayangkan surat somasi dan mengancam akan menggugat ke Pengeadilan Negeri (PN) Surabaya. Hingga Ramadhan lalu, kegiatan kunjungan kerja DPRD Surabaya tidak pernah diikuti kelompok tersebut.
Kendati sudah ada persetujuan dari ketua dewan, ada satu anggota kelompok 20 yang tetap tidak ikut kunjungan kerja, yakni Musyafak Rouf yang juga Wakil Ketua DPRD Surabaya.
"Saya tidak tahu menahu dan saya juga tidak ikut-ikutan," kata Musyafak.
Ia mengaku tidak ikut kunjungan kerja karena tidak sreg dengan pemanfaatan waktunya yang hanya sehari, namun di DPRD dilaksanakan dalam tiga hari.
Mantan Ketua DPRD Surabaya ini, mengatakan bahwa kunjungan kerja atau konsultasi hanya dilaksanakan dalam 2-3 jam. Namun, anggota dewan lebih memilih sehari sebelumnya dan pulang sehari setelahnya, sehingga kegiatan berlangsung menjadi tiga hari.
"Kalau tidak ada penjadwalan kunjungan kerja yang pas, saya tetap memilih tidak ikut," katanya.
Keberangkatan dan kepulangan anggota dewan sering diakali, karena mereka terkadang berangkat malam hari. Padahal, meskipun berangkat malam, mereka tetap mendapatkan hak uang hotel, uang transpor dan uang makan selama sehari.
Selepas kunjungan kerja atau konusltasi, anggota dewan sebenarnya bisa pulang lebih cepat. Namun, mereka memilih pulang sehari setelahnya.
Musyafak menambahkan, pelaksanaan kunjungan kerja seperti itu merupakan pemborosan anggaran.
Berdasarkan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 22 tahun 2011, setiap anggota dewan mendapatkan uang saku Rp700 ribu dan Rp750 ribu untuk pimpinan dewan.
Selain itu, wakil rakyat itu juga akan mendapatkan uang makan Rp350 ribu (anggota) dan Rp450 ribu (pimpinan dewan), ditambah uang transpor lokal Rp500 ribu.
(T.A052/D010)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011