"Melambatnya ekonomi dunia akan berdampak pada turunnya harga komoditas, sehingga pada gilirannya menurunkan pertumbuhan ekspor dan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi itu pertumbuhan ekonomi 2012 bisa lebih rendah dari target," kata Darmin saat mengikuti rapat Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, BI melihat dalam satu-dua bulan belakangan ini ketidakpastian ekonomi global semakin terlihat jelas sebagai dampak krisis utang di Eropa dan krisis fiskal di Amerika Serikat.
"Kondisi ini dapat berisiko menurunkan ekonomi dunia, sehingga risikonya akan berdampak pada perdagangan internasional yang akan mempengaruhi permintaan ekspor Indonesia," katanya.
Dikatakan Darmin, asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2012 sebesar 6,7 persen bisa saja tercapai apabila terdapat dukungan dari kebijakan fiskal yang kuat, melalui penyerapan anggran yang lebih tinggi dari biasanya menjadi daya dorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Itu bisa dicapai kalau penyerapan APBNnya dipercepat," katanya.
Sementara untuk asumsi nilai tukar rupiah meski rupiah sampai Agustus terus menguat dengan volatilitas yang terjaga, namun dengan kondisi perekonomian dunia yang bergejolak maka pada 2012 rupiah diperkirakan akan lebih terapresiasi dibanding asumsi nilai tukar rupiah pada RAPBN 2012 Rp8.800 per dolar AS.
"Pada 2012 neraca pembayaran akan tetap surplus akibat masuknya modal asing, yang masuk di sektor investasi dan portofolio yang akan mendorong penguatan rupiah dengan apresiasi terbatas. Perkiraan rupiah lebih apresiatif dibanding asumsi nilai tukar," katanya.
Untuk asumsi inflasi, Darmin mengatakan dengan kinerja ekononi dunia yang menurun akan berdampak pada penurunan k inflasi, namun dengan rencana kenaikan TDL akan meningkatkan tekanan inflasi sehingga asumsi inflasi pada RAPBN 2012 sebesar 5,3 persen masih realistis.
(T.D012/B012)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011