Jakarta (ANTARA News) - Prosedur yang rumit dalam birokrasi perlu dikaji ulang agar lebih sederhana tanpa menghilangkan asas kehatian-hatian dan pengawasan, sehingga peluang untuk melakukan korupsi dapat ditekan, kata Kepala Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto.
Di Kantor Presiden Jakarta pada Kamis sore, ia mengatakan, dengan upaya pengkajian ulang prosedur birokrasi untuk mengurai tahapan yang rumit, maka dapat memperkecil keinginan untuk mencari jalan pintas melewati birokrasi yang mendorong terjadinya korupsi.
"UKP4 melakukan kajian mengenai kinerja kementerian sama sekali tidak dikaitkan dengan masalah korupsi. Bahwa masalah korupsi itu kemudian mengundang perhatian mengenai prosedur kita mengetahui bahwa semakin rumitnya prosedur ini akan semakin mengundang keinginan untuk melakukan hal yang tidak benar untuk mempercepat proses," katanya.
Kuntoro menambahkan, "Ini dalam kata lain semakin rumit birokrasi semakin mengundang terjadinya unsur korupsi. Karena itu, kita perlu mereview kembali prosedur birokrasi yang berbelit selain untuk mmpercepat tapi juga untuk mengurangi perilaku koruptif."
UKP4, kata Kuntoro, bertugas mengevaluasi pencapaian target-target kementerian yang sudah diprogramkan dan melaporkan hal tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dijadikan bahan penilaian dan ukuran pencapaian program kabinet.
Ketika ditanya hambatan pers mengenai apa yang dihadapi oleh kementerian sehingga ada sejumlah program kementerian yang terlambat dilaksanakan dan penyerapan anggaran masih kurang dari 30 persen seperti yang dikeluhkan Presiden, Kuntoro menilai, permasalahan sebagian besar terjadi di manajemen kementerian.
"Saya kira ini lebih banyak pada masalah manajemen di tingkat kementerian dimana arahan Presiden yang diberikan itu tidak segera ditindaklanjuti sedemikian sehingga selalu terjadi kelambatan," ujarnya.
Selain itu, ia mengemukakan, "Saya kira ini yang paling pokok jadi kajian kami selama ini menunjukkan bahwa percepatan dari penindaklanjutan berbagai macam persoalan yang terhambat di lapangan dan sudah diberikan arahan Presiden tidak segera bisa dijalankan dengan baik oleh kementerian dan lembaga. Saya kira ini yang paling pokok."
Ia menyatakan, kehatian-hatian di kementerian dalam pelaksanaan program baik perencanaan, pelaksanaan tender hingga pencairan anggaran memang diperlukan dalam upaya transparansi dan akuntabilitas.
"Saya kira kehati-hatian itu diperlukan, memang ada beberapa persoalan yang menimbulkan sulitnya untuk dicari satu sikap yang jelas mengenai pengadaan lelang karena semakin besar sebuah proyek dan semakin banyak sektor lain atau mungkin bahkan gubernur atau bupati, maka semakin complicated persoalan permasalahannya. Pengadaan barang melalui tender perlu didahului oleh ijin," katanya.
Ia menimpali, "Kadang-kadang izin-izin pun lambat diberikan karena berbagai macam pertimbanagn yang bisa masuk akal dan ada juga yang tidak masuk akal."
Selain itu, menurut dia, "Ini semua persoalan yang menyebabkan lambatnya pengadaan tentu di lain pihak juga ada masalah birokrasi yang sangat berbelit, di mana kita terpanggil untuk melakukan penyederhanaan dari berbagai macam prosedur yang selama ini sudah terlanjur diberlakukan dan kita tahu ini memperlama proses pengadaan jadi hal semacam ini juga perlu dilakukan untuk mempercepat proses."
Kuntoro menilai, kalau korupsi tidak segera diselesaikan, maka kemampuan untuk meningkatkan daya saing akan sulit dicapai.
Terkait laporan kinerja kementerian selama semester I 2011, Kuntoro mengatakan, sudah disampaikan kepada Presiden, namun Kepala Negara belum memberikan tanggapan balik mengenai laporan tersebut.
"Presiden belum memberikan feedback kepada saya, dan ini masih menjadi sesuatu yang dipelajari oleh Presiden," katanya.
Dijelaskannya, "Apa-apa yang kami laporkan ke Presiden itu tentu berguna tetapi presiden dalam mengambil keputusan mengenai bagaimana tindak lanjutnya tentu menggunakan laporan ini dan tidak hanya terbatas laporan ini saja tapi juga aspek-aspek lain yang juga dipertimbangkan."
Namun, ia menambahkan, bila telah memasuki ranah penggantian menteri atau perombakan (reshuffle) kabinet, maka hal itu sudah merupakan kewenangan penuh Presiden.
(T.P008*D013/A011)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011