Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen pada April 2022 akan berdampak terbatas terhadap inflasi.

"Kenaikan tarif PPN kemungkinan akan mendorong inflasi di bulan April, namun dalam skala yang terbatas," kata Fajry kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Pasalnya kebutuhan pokok merupakan kontributor terbesar dari inflasi nasional, misalnya sampai minggu pertama bulan Maret penyumbang terbesar inflasi ialah cabai merah, cabai rawit, tempe, dan bawang merah.

"Kalau kita melihat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kebutuhan pokok tersebut masih akan mendapatkan fasilitas PPN nantinya. Jadi, kalaupun ada kenaikan tarif tidak akan berdampak secara langsung," ucapnya.

Dengan demikian, dampak kenaikan tarif PPN terhadap daya beli masyarakat juga akan terbatas.

"Secara umum, kenaikan tarif ini menghasilkan penerimaan pajak kurang lebih Rp42 triliun di tahun 2022," ucapnya.

Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen dari 10 persen menjadi 11 persen akan berdampak terbatas terhadap inflasi di 2022.

Adapun pemerintah menargetkan sasaran inflasi pada 2022 sebesar 3 plus minus 1 persen year on year (yoy), atau lebih tinggi dari realisasi 2021 sebesar 1,87 persen year on year.

Baca juga: Para pejabat negara serentak isi SPT Tahunan 2021
Baca juga: Ekonom nilai kenaikan PPN 11 persen akan menambah beban konsumen
Baca juga: BKF nilai dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi di 2022 terbatas

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022