"Ya jelas salah alamat, kan yang terjadi terhadap Munir adalah kasus pembunuhan yang masuk wilayah pidana umum, jadi itu wilayahnya polisi sementara jaksa hanya menerima berkas dari polisi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rachmad, di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya sejumlah media online, memberitakan Amnesti Internasional melayangkan surat terbuka kepada Jaksa Agung dan mendesak untuk menggelar penyelidikan baru atas kasus tersebut.
Amnesti internasional menilai penanganan kasus ini tak meyakinkan dan bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia.
Sementara itu, Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan, kejaksaan sudah sangat serius dalam penanganan kasus Munir karena berkas perkara yang disampaikan penyidik ke kejaksaan sudah tuntas.
"Artinya sudah diselesaikan sampai persidangan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap," katanya.
Ia menambahkan kewenangan kejaksaan sudah dilaksanakan secara optimal.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, mengatakan, pemerintah dinilai tidak serius dalam mengungkap kasus pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Sadi Thalib karena ada kekhawatiran politik.
"Dalam kurun waktu tujuh tahun ini kasus pembunuhan Pejuang HAM Munir, belum juga ada tanda-tanda akan adanya penyelesaian," kata Haris memperingati kematian Munir di kantor Kontras, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, pemerintah tak memberikan prioritas pada kasus HAM karena khawatir berbenturan dengan sikap politis.
"Kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM tidak ada yang direspons karena berkaitan dengan politik," ujarnya.
Memasuki usia ketujuh kasus pembunuhan Munir, menurut Haris, Presiden, MA, kejaksaan Agung dan Menteri Hukum dan HAM seyogyanya duduk bersama mengevaluasi kemajuan kasus ini dan memastikan keadilan terpenuhi.
Menurut dia, semakin lama, semakin terang benderang pula adanya unsur kesengajaan dalam konteks melemahkan upaya penuntasan kasus ini oleh pemerintah, baik itu oleh Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN) maupun Kepolisian.
(T.R021/I007)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011