Boyolali (ANTARA News) - Ratusan ekor sapi milik warga Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu, diarak keliling desa dengan dikalungi ketupat untuk memeriahkan upacara tradisi Syawalan atau disebut "Bakdo Kupat".
Masyarakat setempat melakukan tradisi unik pada Syawalan tersebut dengan mengeluarkan seluruh ternaknya yang sebagian besar jenis sapi perah.
Sapi tersebut selain dikalungi ketupat juga diberikan minyak wangi untuk digembalakan keliling desa setempat.
Tokoh masyarakat Desa Sruni, Hadi Sutarno, menjelaskan, tradisi Syawalan tersebut sudah dilakukan warga setempat sejak nenek moyang mereka.
Warga setempat, katanya, hingga saat ini melestarikan tradisi tersebut sebagai simbol atas kemurahan rezeki yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Ia menjelaskan, tradisi Syawalan itu oleh warga juga disebut "Bakdo Kupat" atau "Kupatan".
Setiap warga yang memiliki ternak sebagai sumber penghasilan kehidupan keluarga mereka, katanya, wajib dimanjakan.
Warga memberikan makan ketupat kepada semua ternaknya, sebelum digembalakan keliling desa. Ternak itu dimanjakan oleh pemiliknya karena selama ini sebagai sumber penghasilan mereka.
"Tradisi ini sudah turun-temurun sejak zaman nenek moyang, yang dilakukan warga pada puncak acara Lebaran atau hari ketujuh perayaan Hari Raya Idul Fitri," katanya.
Menurut dia, bukan hanya sapi yang diarak keliling kampung atau desa, tetapi juga ternak kambing.
Ratusan ekor sapi dan kambing milik para warga tampak memenuhi jalan-jalan desa setempat sedangkan suasana berlangsung meriah.
Acara tradisi Kupatan tersebut, kata dia, diawali dengan kegiatan kenduri sekitar pukul 06.00 WIB yang digelar di setiap rukun tetangga.
Setelah itu, warga mengeluarkan ternaknya ke jalan-jalan kampung untuk diberikan makanan ketupat.
"Setelah diberikan makanan ketupat, ternak kemudian dibawa keliling desa," katanya.
Seorang warga setempat, Zaini (56), mengatakan, tradisi tersebut sudah berlangsung turun temurun sebagai wujud syukur warga kepada Allah SWT, karena melalui ternak tersebut warga mendapatkan rezeki.
"Sehingga dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Saya bersyukur atas limpahan rezeki yang diberikan Tuhan melalui hewan ternak," katanya.
Selain itu, kata dia, tradisi Syawalan itu juga untuk melestarikan kebudayaan sejak nenek moyang dan hingga saat ini sudah berjalan turun-temurun.
Setiap Lebaran Ketupat atau Syawalan, warga melakukan kenduri yang kemudian melanjutkan dengan menggembala sapi untuk dibawa keliling kampung atau desa.
Selain itu, kata dia, adanya kepercayaan yang selama ini berkembang di masyarakat setempat, bahwa Nabi Sulaiman AS pada hari ketujuh Lebaran, memeriksa sapi-sapi.
Warga kemudian membawa sapinya keluar rumah untuk keliling kampung dan dijemur di luar kandang.
"Saya dengan ternak sapi perah ini, hasilnya mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan dapat menyekolahkan anak," katanya.
(U.B018/M029)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011