kain tenun itu seperti punya magic tersendiri, rasanya seperti ada rohnya bagi saya

Bandung (ANTARA) - Di bawah terik sinar matahari, sejumlah model lelaki dan perempuan memperagakan busana dari kain tradisional atau wastra dalam penampilan fesyen di Jalan Asia Afrika, dan Braga Kota Bandung, Jawa Barat.

Penampilan fesyen busana wastra tersebut dicetuskan oleh perempuan asal Ngawi, Jawa Timur, Dian Errakumalasari atau yang akrab dipanggil Dian Oerip.

Dalam penampilan fesyen yang diberi nama "Fashion Street Kekasih Wastra, Wastra Nusantara Menuju Indonesia Fashion Parade 2022" tersebut Dian Oerip berkolaborasi dengan sesama rekan perancang busana Athan Siahaan.

Tahun 2022 ini, menandakan 14 tahun sudah kiprah seorang Dian Oerip dalam melestarikan kecintaanya akan wastra nusantara.

Dian menuturkan kecintaan terhadap dunia fotografi dan berpergian pada tahun 2006 telah mengantarkannya untuk mencintai dan mendedikasikan hidupnya untuk wastra nusantara.

Karena hobinya tersebut, Dian mulai kenal dan mengumpulkan atau mencari wastra dari berbagai daerah di Indonesia.

Menurutnya, wastra nusantara sebagai bagian kebudayaan Indonesia sangat bagus dan beragam dan bagus layak untuk lebih dikenal oleh semua pihak.

Baca juga: Sandiaga ingin pengrajin wastra dan tenun optimis jalankan usaha
Baca juga: Luhut dukung UMKM dalam Pameran Adi Wastra Nusantara

Motif dan Filosofi Wastra

Ia menuturkan alasan mengapa dirinya bisa jatuh cinta akan wastra nusantara adalah karena motif dan filosofi yang ada dalam sebuah wastra tersebut.

Selain itu, lanjut Dian, teknik pewarna alam dalam wastra semakin membuat dirinya semakin mencintai wastra nusantara.

Di negara lain, kata Dian, hal tersebut tidak bisa ditemukan sehingga wajar jika dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk bangga akan wastra nusantara.

Dua tahun berselang atau pada tahun 2008, kata Dian, saat itu dirinya baru memiliki beberapa wastra nusantara, mulai tertarik untuk merancang busana dari wastra tersebut.

Karena keterbatasan biaya, wastra nusantara diolahnya sendiri, dijahit sendiri dan dipasarkan melalui akun facebook miliknya.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2015, dirinya juga mulai berjualan di akun instagram miliknya.

"Itu sekitar akhirnya 2015, mulai jualan lewat IG (Instagram) dan itu lebih bagus, semua bisa melihat," kata dia.

Harga satu baju dengan bahan utama wastra yang dibuat oleh dirinya dijual dengan kisaran harga Rp250 ribu hingga puluhan juta rupiah.

"Yang paling mahal itu laku dijual dengan harga Rp25 juta dan itu dress (ready to wear atau pakai siap pakai)," kata dia.

Tak hanya menjalankan bisnisnya, Dian merasa kecintaan akan wastra nusantara harus terus dipupuk atau dijaga.

Caranya, Dian melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Nusantara ini untuk mencari dan mengenal lebih dalam tentang filosofi warsa yang ada di suatu daerah.

Bukanlah hal yang sulit bagi seorang Dian Oerip untuk mencari "keajaiban" sebuah wastra dalam setiap perjalanannya di pelosok nusantara.

Selama melakukan perjalanan tersebut Dian mengenal dan melestarikan wastra mulai dari batik, tenun, songket, sarung sampai busana tradisional.
Sejumlah model memeragakan busana dari kain khas nusantara saat penampilan fesyen di ruang publik di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Jumat (28/1/2022). Penampilan fesyen di ruang publik yang digagas oleh perancang busana Dian Oerip dan Athan Siahaan tersebut menampilkan busana dari kain tenun Indonesia yang merupakan perjalanan menuju Indonesia Fashion Parade 2022. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.

Baca juga: Tobatenun gelar pameran Tenun Batak di Adiwastra 2022
Baca juga: Potensi wastra dapat dikembangkan dengan peran perajin andal


Perjalanan Spiritual

Menurut Dian, perjalanan mengenal setiap wastra itu bagaikan "perjalanan spiritual" bagi dirinya.

Setiap wastra nusantara yang ia temui di suatu daerah, memiliki cerita yang unik dan bermakna dalam.

"Saya melihat sebuah wastra seperti kain tenun itu seperti punya magic tersendiri, rasanya seperti ada rohnya bagi saya," kata dia.

Setelah dirinya berdialog dengan para perajin wastra di seluruh Nusantara, banyak pelajaran hidup yang bisa ia petik.

Di dalam sebuah wastra, kata dia, ada sebuah kesabaran, kejujuran, hingga sebuah keindahan.

Seperti di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Seorang perempuan penenun harus berdoa dan berpuasa terlebih dahulu jika akan menenun sebuah wastra.

"Dan itu banyak sekali pantangan jika seorang penenun akan menenun sebuah wastra. Itu semua dilakukan demi menghasilkan sebuah wastra," kata dia.

Dian juga semakin takjub karena jenazah di Sumba, Nusa Tenggara Timur dililit dengan kain tenun berlapis.

"Banyak juga yang di pedalaman Sumba, itu jenazah disimpan di rumah dan dililit oleh kain tenun. Dia jadi enggak busuk, membuat (jenazahnya) menjadi awet," kata dia.

Selain itu, lanjut Dian, ia juga harus turut serta membantu dalam hal peningkatan perekonomian para perempuan penenun yang ia jumpa di setiap pelosok daerah.

Caranya ialah dengan menerapkan konsep minim potong dalam setiap karyanya. Hal ini menjadi ciri khusus dalam setiap rancangan baju yang ia desain dengan bahan utama wastra. Sehingga setiap karya yang diciptakannya berukuran besar.

Baca juga: Perancang busana se-Indonesia gelar Wastra Nusantara di Bali

Gaun pernikahan artis

Konsep minim potong yang diusung oleh seorang Dian Oerip ternyata dilirik oleh artis ibu kota.

Aktris yang juga Mantan Puteri Indonesia 2005 Nadien Chandrawinata mempercayakan Dian Oerip untuk merancang gaun pernikahannya dengan aktor Dimas Anggara.

Busana pernikahan seperti kimono yang terbuat dari tenun Sumba tersebut menyita perhatian publik kala itu.

"Salah satu momen paling dikenang publik kala itu atau viral lah kalau sekarang, ialah ketika Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata yang mengenakan karya saya dari tenun Sumba. Itu tahun 2018," kata dia.

Selain dua selebritis tersebut, artis lainnya pernah mengenakan rancangannya antara lain Dian Sastrowardoyo dan Najwa Shihab.

Menurut dia proses membuat tenun tak kalah lama dibandingkan dengan kain batik.

Dalam proses pembuatan sebuah karya, seorang penenun harus berperilaku baik, bersembahyang dengan baik, menggunakan warna yang tidak merusak alam.

Seperti selendang yang pernah ia kenakan, membutuh waktu empat bulan untuk membuat karena warna hitamnya dari lumpur, birunya dari rumput dan warna putihnya dari kemiri.

Berkelana

Tak hanya di dalam negeri, karya wastra yang diciptakan oleh Dian Oerip juga telah mengantarkan dirinya berkelana di negeri lain.

New York, Amerika Serikat; Paris, Perancis, hingga Amsterdam, Belanda ialah sederet kota yang pernah disinggahi oleh Dian Oerip bersama Oerip Indonesia.

Seperti di New York, untuk lini pakaian Oerip Batik, Dian mempertunjukkan karya busananya di ajang tahunan Asian Cultural Festival 2015 yang diselenggarakan oleh organisasi American Asian Heritage.

Kisahnya yang berkelana ke sejumlah negara semakin meyakini dirinya bahwa kebudayaan Indonesia, khususnya wastra sangat bermakna sehingga warga di negara lain harus mengetahui hal tersebut.

Lewat Museum Oerip Indonesia, yang berada di Jalan Sunan Kalijaga, Ngawi, Jawa Timur, Dian Oerip menegaskan bahwa ia akan terus konsisten menggunakan wastra nusantara dalam busana rancangannya.
​​​
Dan dirinya ingin terus menginspirasi orang lain untuk mau melestarikan budaya Indonesia lewat sebuah wastra.

Baca juga: Tenun Ulos miliki potensi kebudayaan hingga ekonomi-sosial

Baca juga: Geliat upaya pelestarian Ulos lewat para penenunnya

Baca juga: Dekranasda Jateng minta pengrajin wastra adaptif dengan tren fesyen

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate saat mengunjungi pameran Adi Wastra Nusantara di JCC, Jakarta, Jumat (11/2). ANTARA/HO-kominfo.go.id

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022