London (ANTARA News) - Harga minyak mentah merosot pada Senin, terpukul oleh lemahnya data ekonomi di Amerika Serikat dan China, dua konsumen energi terbesar dunia, kata analis.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Oktober, turun 2,41 dolar AS menjadi 84,04 dolar AS per barel.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk Oktober turun 1,98 dolar AS menjadi 110,35 dolar AS.
"Data pekerjaan di AS untuk Agustus menunjukkan bahwa pasar kerja mungkin melambat, dan beberapa data dari China juga menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi," kata Victor Shum, seorang analis di konsultan energi Purvin and Gertz, kepada AFP.
Laporan data pembayaran gaji (payrolls) non pertanian AS yang sangat ditunggu-tunggu yang dirilis Jumat lalu menunjukkan bahwa perekonomian konsumen minyak terbesar di dunia itu tidak menciptakan lapangan pekerjaan pada Agustus, meninggalkan tingkat pengangguran tetap tinggi sebesar 9,1 persen.
Pedagang juga mengikuti data sektor jasa China.
"Di tempat lain kekhawatiran pertumbuhan global telah diperburuk lebih lanjut semalam oleh data PMI dari HSBC China Services untuk Agustus yang lebih lemah dari yang diharapkan, turun menjadi 50,6 dari 53,5 pada Juli," kata Lee Hardman, ekonom di Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ.
"Ini adalah tingkat terendah sejak survei dimulai," ia menambahkan.
Sementara itu kepala Bank Dunia pada Senin mendesak China untuk menyeimbangkan ekonominya yang digerakkan ekspor dan mengatakan menjinakkan kenaikan inflasi tetap tantangan yang paling penting bagi negara itu dalam jangka pendek.
Robert Zoellick mengatakan bahwa China, ekonomi terbesar kedua di dunia, harus lebih fokus pada permintaan domestik, dan memperingatkan bahwa bulan-bulan mendatang akan menjadi "waktu sensitif" untuk banyak negara maju terkemuka.
"Sulit bagi saya untuk melihat bahwa berlanjutnya ketergantungan pada ekspor dan investasi yang mendorong pertumbuhan akan bekerja untuk China selama 10 tahun mendatang," katanya kepada wartawan pada akhir kunjungan resmi lima hari ke China.
"Dan tantangan bahkan akan menjadi lebih jelas jika negara=negara maju terkemuka memiliki waktu yang sulit untuk melanjutkan pertumbuhan mereka. Jadi China perlu menyeimbangkan ekonominya, lebih bergantung pada permintaan domestik, dan meningkatkan konsumsi." (A026/M012/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011