Jakarta (ANTARA News) - PT Bio Farma (Persero), perusahaan milik pemerintah (BUMN) penghasil vaksin yang terletak di Bandung, Jawa Barat, boleh diibaratkan sebagai "gadis ayu".
Tidak percaya? Coba perhatikan jejaknya di alur sejarah bangsa ini. Sejak didirikan kolonial Belanda pada 1890 dengan nama "Parc Vaccinogene", perusahaan itu tidak pernah ditelantarkan oleh kekuatan mana pun yang pernah berkuasa di Tanah Air.
Lihat saja ketika Jepang berhasil mengusir Belanda dari Nusantara pada 1942, perusahaan farmasi itu diambilalih dan namanya diganti menjadi "Bandung Boeki Kenkyushoo".
Pada awal kemerdekaan Indonesia sempat mengelola perusahaan yang kemudian dinamai "Gedung Cacar dan Lembaga Pasteur". Tetapi saat Belanda mengagresi Indonesia pada 1946, perusahaan itu kembali direbut dan berganti nama "Landskoepoek Inrichting en Instituut Pasteur".
Ketika akhirnya Pemerintah Indonesia menjadikannya perusahaan negara pada 1955 dan kini menjadi salah satu BUMN strategis di Tanah Air, peran Bio Farma kian sentral. Tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di ranah internasional.
Betapa tidak. Setelah memperoleh prakualifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) Bio Farma menjadikan Indonesia satu dari hanya 23 negara di dunia yang boleh mengekspor vaksin ke luar negeri.
Lebih lagi, Bio Farma menjadikan Indonesia kiblat industri vaksin bagi 57 negara Islam yang tergabung dalam "Islamic Development Bank (IDB)" dengan program vaksin halal dan berkualitas (thoyib).
"Ada negara Islam yang juga mempunyai industri vaksin, contohnya Iran, tetapi hanya Indonesia yang telah mengantongi prakualifikasi dari WHO sehingga boleh mengekspor vaksin," kata Dr. Bambang H. Djalinus, Kepala Divisi Survailans dan Evaluasi Produksi PT Biofarma di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara itu untuk menjamin vaksin produksinya termasuk kualifikasi halal, Bio Farma telah mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melihat proses pembuatan vaksin hingga akhirnya MUI memberikan "lampu hijau" bagi vaksin-vaksin Bio Farma.
"MUI bahkan terlibat dalam sosialisasi vaksin-vaksin halal Bio Farma," imbuh Bambang.
Kiblat vaksin negara Islam
Sebenarnya terdapat beberapa negara Islam yang memiliki industri vaksin seperti Malaysia, Mesir, Tunisia, dan Pakistan, tetapi keunggulan Indonesia terletak pada prakualifikasi yang diperoleh dari WHO.
Setidaknya lima jenis vaksin produksi Bio Farma yang telah mendapat prakualifikasi WHO seperti polio, campak, hepatitis B, BCG, dan DTP (Difteri, Pertusis dan Tetanus). Kelima vaksin itu tergolong dalam vaksin dasar yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara berkembang.
"Rata-rata negara Islam masih merupakan negara berkembang. Misalnya Afghanistan, Pakistan, Nigeria, dan Mali. Jadi vaksin kita sangat cocok untuk mereka," tutur Bambang lebih jauh.
Karena keunggulannya itu, Bio Farma kini mengekspor vaksin dan bekerja sama dalam pengembangan vaksin dengan Iran dan Malaysia. Selain itu vaksin-vaksin produksi Bio Farma juga diekspor ke Afghanistan, Pakistan, Mali, dan Nigeria.
Tetapi tujuan Bio Farma bukan hanya sekedar menjadi pengekspor vaksin bagi negara-negara Islam. "Kami ingin membawa negara-negara Islam mandiri di industri vaksin," tegas Bambang.
Tujuan mulia Bio Farma itu bukan pepesan kosong belaka. Dalam pertemuan tahunan "IDB Self Reliance in Vaccine Production" yang digelar di Bandung, 10 Agustus silam, Bio Farma didaulat menjadi pengawal proses peningkatan kemampuan industri vaksin negara-negara Islam untuk mempercepat kedaulatan di bidang vaksin.
"Direktur Utama PT Bio Farma, Iskandar, juga ditunjuk sebagai ketua dalam pertemuan itu," cerita Bambang bangga.
Tetapi diakui bahwa untuk membangun industri vaksin di negara-negara Islam lainnya masih butuh waktu yang panjang. Bio Farma sendiri telah menghasilkan 1,7 miliar dosis vaksin pada 2010.
(Be/B010))
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011