Jakarta (ANTARA) – PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) menyelenggarakan webinar bertajuk Legal Aspect of Underwriting & Refreshment of Business Process which Lead to Contrarct Certainty, Rabu (2/3/2022).
Webinar ini menghadirkan Praktisi Hukum Perasuransian Alvin Ayodhia Siregar dan dua pembicara internal dari Tugu Re yakni Mulia Hizki H. Simanjuntak yang membawakan materi terkait ‘Compliance’ dan Budi Triadi Pratama yang mengetengahkan pembahasan ‘Policy & System Development’.
Dalam pembukaan webinar ini, Direktur Teknik Tugure Fadlil Iswahyudi menjelaskan, webinar tersebut merupakan implementasi salah satu strategi perusahaan pada 2022 untuk meningkatkan awareness sumber daya manusia (SDM) soal regulasi, baik secara internal maupun eksternal.
Oleh karena itu, jelas Fadlil, pembahasan terkait aspek legal ini diarahkan untuk tema bisnis inti asuransi dan reasuransi yakni underwriting.
“Ini memang perlu dilakukan untuk menjadi refreshment bagi kita. Refreshment ini kita mulai dengan core business,” ujarnya.
Dalam sesi pertama webinar, Praktisi Hukum Perasuransian Alvin Ayodhia Siregar pada awalnya memberikan gambaran mengenai hierarki perundang-undangan.
Kemudian, dia merangkum sejumlah kebijakan yang terkait atau mengatur perihal underwriting asuransi, meski regulasi yang ada di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), tidak menyajikan secara detail tata laksana teknis bagi asuransi dan reasuransi.
Dia mencontohkan POJK No. 73/2016 tentang Tata Kelola yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian. Menurutnya, ketentuan itu menjadi dasar bagi perusahaan asuransi dan reasuransi untuk memiliki tata kelola yang baik, termasuk tata kelola fungsional yang baik dengan salah satunya adalah fungsi underwriting.
“Peraturan perundangan, tidak pernah mengatur tata laksana teknis praktis, karena kegiatan dalam ranah perdata memiliki aspek konsensualitas, sehingga subjek hukum diberikan kebebasan, tapi ada koridornya,” tegasnya.
Alvin juga menyebutkan POJK 69/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, menyebutkan secara khusus ihwal underwriting.
Pasal 34 regulasi itu menyatakan, “Perusahaan atau Unit Syariah wajib memiliki pedoman underwriting untuk produk yang dipasarkan yang mencerminkan bahwa pelaksanaan proses seleksi risiko dilakukan secara berhati-hati dan sesuai dengan praktik perasuransian yang umum berlaku.
Alvin menjelaskan bahwa sejumlah bagian pada ketentuan tersebut memiliki kelemahan, khususnya terkait standar ukuran. Misalnya untuk frase ‘hati-hati’, jelas Alvin, tidak jelas apa standar ukuran yang dikenakan bagi perusahaan asuransi.
Selain itu, pertanyaan serupa dapat dikenakan pada frase ‘sesuai dengan praktik perasuransian yang umum berlaku’. Celah ini, jelas dia, bisa multitafsir dan menjadi permasalahan bila tidak disikapi dengan baik.
“Ketika tidak ada masalah, semua akan baik-baik saja. Ketika timbul perselisihan baik secara perdata maupun pidana, definisi ini bisa membuat perusahaan berisiko. Ini perlu disikapi hati-hati,” ungkapnya.
Menurutnya, risiko itu bisa menyebabkan sanksi mulai dari sanksi tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha perusahaan oleh OJK. Di samping itu, Alvin mengatakan terbuka ruang menerima gugatan perdata dan juga tuntutan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 40/2014 tentang Perasuransian, khususnya Pasal 75.
Untuk itu, Alvin mengingatkan agar perusahaan asuransi dan reasuransi bersungguh-sunguh dalam meningkatkan fungsi underwriting yang menjadi pintu masuk awal saat akseptasi bisnis.
“Identifikasi risikonya apa saja, risiko ini tentu berpotensi loss. Dengan teknik tertentu, termasuk aktuaria, teman-teman harus mengukur risiko, untuk menentukan "the now value of the future uncertain loss arising from a risk”, ujarnya.
Sementara itu pada sesi kedua, Budi Triadi Pratama menjelaskan Tugu Re sudah memiliki panduan umum kegiatan underwriting dalam akseptasi bisnis, baik untuk reasuransi umum dan reasuransi jiwa. Hal itu sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 34 POJK 69/2016.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa Underwriting Guideline haruslah selalu dilakukan update secara berkala untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini yang ada. Update yang dilakukan selain untuk menyesuaikan dengan regulasi juga dapat menyentuh aspek detail; semisal dokumen-dokumen mandatory yang diperlukan untuk kelengkapan risk assessment bagi underwriter.
Dalam kesempatan yang sama, Mulia Hizki H. Simanjuntak mengatakan Tugu Re terus meningkatkan pedoman, termasuk underwriting, untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan terhadap hukum atau regulasi terkait asuransi dan reasuransi.
Hal itu diwujudkan dengan menetapkan dan memelihara kode etik, kebijakan dan standar sebagai program pencegahan. Di sisi lain, Tugure juga membina budaya tempat kerja yang menghargai integritas dan perilaku etis.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022