Jeddah (ANTARA News) - Para alumni Universitas Indonesia (UI) di Jeddah, Arab Saudi, mendukung sepenuhnya keputusan rektor mereka Gumilar Rusliwa Somantri yang baru-baru ini menganugrahi gelar Doktor Honoris Causa (HC) kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz.
Pemberian gelar itu merupakan gebrakan dalam hubungan diplomasi RI-Saudi, ungkap Abdullah M Umar, salah seorang alumni fakultas ilmu budaya UI yang sudah lebih 10 tahun tinggal di Jeddah, melalui surat elektronik kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.
Sementara seorang alumni FEUI angkatan tahun 1986 yang sudah bekerja selama 13 tahun di Islamic Development Bank (IDB) menceritakan keterlibatan Raja Abdullah yang sigap membantu berbagai bencanya di seluruh dunia, khususnya para yatim piatu Aceh korban Tsunami di ujung tahun 2004.
Saat ini lebih dari 5.000 anak yatim dirawat dan dibantu pendidikannya oleh para dermawan dari negara Islam yang disponsori oleh Raja Abdullah, dan 2.000 diantaranya dibantu langsung oleh Raja. Bantuan ini akan terus berlanjut sampai mereka berumur 18 tahun, kata alumni tersebut yang tak mau disebut jati dirinya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Alumni UI lain. Selamet Riyadi, alumni UI angkatan 94, Sales manager sebuah perusahaan perhiasan terkemuka di Jeddah mengatakan bahwa sumbangan Raja Abdullah dalam perkembangan Iptek yang konkret adalah dibangunnya King Abdullah For Science and Technology (KAUST).
Sebanyak 700 mahasiswa pasca sarjana dari seluruh dunia mendapatkan beasiswa penuh dan uang saku sebesar SR 6000 per bulan. Tidak kurang dari 20 mahasiswa Indonesia mendapatkan beasiswa bergengsi tersebut.
Terkait kritikan para aktivis buruh migran dan LSM di Jakarta serta sebagian pengamat atas penganugrahan doktor HC tersebut,. Para Alumni UI di Jeddah berharap agar mereka lebih memahami hukum yang berlaku di Arab Saudi.
Abdullah menjelaskan, satu-satunya negara yang menjadikan dasar hukumnya adalah Al-Quran dan Hadis adalah Arab Saudi.
Atas dasar tersebut maka dalam ketentuan hukum pidana di Arab Saudi terdapat dua macam hak dalam setiap tindak pidana yang mengakibatkan kerugian terhadap seseorang yaitu hak umum dan hak khusus.
Hak umum adalah hak dan kewajiban negara untuk menghukum orang-orang yang telah melakukan tindakan pidana di wilayah hukum arab Saudi berdasarkan ketentuan hukum setempat.
Sedangkan hak khusus adalah hak yang dimiliki oleh pribadi atau ahli warisnya yang mengalami kerugian akibat tindak pidana untuk menuntut kompensasi materi atau untuk menuntut diterapkannya hukuman sebanding atau qisash kepada pelaku.
Penuntut hak khusus ini dapat memaafkan pelaku (tanazul) baik dengan imbalan atau tidak sama sekali yaitu hanya mengharapkan ridho Allah SWT meskipun putusan pengadilan tinggi (Mahkamah Agung) telah dijatuhkan.
Proses tanazul ini dapat dilakukan dari mulai awal persidangan hingga detik-detik terakhir sebelum eksekusi mati dilakukan.
Kasus pembebasan Darsem Dawud asal Subang dengan diyat atau uang darah sebesar SR 2 juta dan kasus dimaafkannya Jamilah bt Abidin Rofii tanpa imbalan adalah contohnya. Anak korban yang dibunuh oleh Jamilah mewakili seluruh keluarganya memberikan maaf pada Mei 2011 yang disampaikan secara resmi di depan Raja Abdullah Bin Abdul Aziz.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011