Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Menakertarans Muhaimin Iskandar, Dita Indah Sari mengatakan bahwa dugaan kasus suap dalam pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah di bidang transmigrasi, bukan merupakan kasus suap institusi yang melibatkan Kemenakertrans secara kelembagaan.
Ketika menjawa pers di Jakarta, Jumat, Dita menegaskan, dugaan kasus tersebut adalah dugaan kasus suap antarindividu, bukan suap institusi di Kemenakertrans. "Institusi tidak terlibat," katanya.
Menurut Dita, komentar dari berbagai pihak, yang seakan-akan mengindikasikan adanya keterlibatan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam kasus tersebut, justru mengaburkan pokok permasalahan.
"Seakan-akan suap itu merupakan suruhan dan arahan dari Pak Menteri. Tak usah melebar ke mana-mana. Biarkan KPK bekerja," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin membenarkan, dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yakni Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisanaya berserta kuasa direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati disangka melakukan percobaan penyuapan terhadap Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Dalam surat penahanan terhadap Dharnawati, tertulis demikian, "Kalau percobaan penyuapan pasti menyebutkan nama orang yang akan dicoba disuap," kata Jasin.
Dharnawati, Dadong, dan Nyoman tertangkap tangan oleh KPK secara terpisah sesaat setelah diduga bertransaksi suap pekan lalu. Bersamaan dengan penangkapan, KPK menyita uang Rp1,5 miliar dalam kardus durian yang ditemukan di kantor Dadong, gedung Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Jakarta sebagai alat bukti.
Ketiganya lantas ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dadong ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Nyoman di Rumah Tahanan Polda Metrojaya, sementara Dharnawati di Rumah Tahanan Pondok Bambu.
Kuasa hukum Dharnawati yakni Farhat Abbas mengungkapkan, dalam surat penahanan kliennya disebutkan bahwa dana Rp1,5 miliar untuk Muhaimin. "Diduga secara bersama-sama ketiganya menyuap menteri, padahal belum tentu menteri menerima atau menyuruh ya," ujar Farhat.
Namun Farhat membantah adanya uang dari Dharnawati ke Muhaimin. Menurut dia, kliennya tidak mengenal Muhaimin dan tidak pernah memberikan uang kepada Muhaimin.
Saat ditanya soal uang Rp 1,5 miliar yang menjadi alat bukti suap, Farhat mengatakan bahwa uang itu merupakan pinjaman dari Dharnawati kepada dua pejabat Kemenakertrans. Kedua pejabat itu, lanjut dia, meminjam uang untuk Tunjangan Hari Raya Lebaran setelah tidak berhasil meminta fee kepada Dharnawati.
Diakui Farhat, kliennya sempat dimintai fee 10 persen dari nilai proyek oleh dua pejabat Kemenakertrans itu. Menurut dua pejabat itu, kata Farhat, fee untuk mengurus pemenangan PT Alam Jaya Papua sebagai pelaksana proyek PPIDT ke Muhaimin dan ke DPR. "Mereka (Dadong dan Nyoman) menjual nama Muhaimin," kata Farhat.(*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011