Jakarta (ANTARA News) - Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Negara RI (Bareskrim Polri) mengalami kesulitan mengungkap kasus pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita masih ada kesulitan, di mana surat yang dikirim ada dua, surat yang palsu itu ditandatangani, tetapi surat yang asli tidak distempel," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Irjen Pol Sutarman di Jakarta, Rabu.

Penyidik akan melakukan pengembangan pemeriksaan lagi, mengenai apakah penggunaan surat putusan MK tersebut benar apa salah, ujarnya.

"Kenapa kita lambat, karena surat yang asli tidak ditandatangani, tapi yang palsu ditandatangani dan stempel," kata Sutarman.

Bila semua sinkron, bahwa surat yang palsu itu ditanda tangani itu bisa saja ada pelaku yang kena, katanya.

"Penyidik sudah membuktikan bahwa yang palsu adalah yang ditandatangani dan distempel. Tapi penggunanya kita arahkan siapa yang menggunakan. stempel MK," kata Sutarman.

Kepolisian sebelumnya menyatakan menemukan fotocopy surat putusan MK tahun 2009 atas gagalnya Dewi Yasin Limpo menduduki kursi DPR dari Partai Hanura dengan daerah pemilihan Sulawesi Selatan.

Surat palsu MK bernomor 112/MK.PAN/VIII tertanggal 14 Agustus 2009 dalam sengketa pemilihan legislatif daerah pemilihan (pileg dapil) Sulawesi Selatan (Sulsel) I.

Hal ini terkait dengan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati yang dilaporkan Ketua MK, Mahfud MD atas dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut.

Dalam dokumen negara tersebut diduga ada kata-kata yang diubah.

Penyidik saat ini sudah menangkap dan menahan seorang tersangka terkait kasus tersebut yakni juru panggil MK, Masyhuri Hasan yang diduga memalsukan surat putusan MK. Sementara tersangka lain adalah mantan Panitera MK, Zainal Arifin Hoesein.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011