Jayapura (ANTARA News) - Puluhan guru SD-SMP yang bertugas di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua meninggalkan tugasnya akibat terkatung-katungnya penerimaan gaji dan jatah beras selama setahun terakhir yang menyebabkan ratusan murid terancam putus sekolah.
"Sebagian besar guru-guru yang hengkang ke luar Pegunungan Bintang adalah para guru yang bukan asli Papua karena mereka tidak betah bertahan dengan makanan lokal seperti umbi-umbian," kata Anthonius Sikpa, Kepsek SD Inpres Atdebab, Distrik Okbibab, Kab.Pegu.Bintang kepada wartawan di Jayapura, Senin.
Anthonius mengakui selama satu tahun terakhir terhitung April 2005-Februari 2006, PNS berstatus guru belum menerima jatah beras dan gaji mengakibatkan puluhan guru yang non asli Papua atau non asli Pegunungan Bintang hengkang dari berbagai SD yang tersebar di kabupaten yang berbatasan dengan negara tetangga Papua Nugini (PNG).
"Para guru non asli Papua tidak betah bertahan karena susah mengkonsumsi makanan lokal seperi talas, singkong dan umbi-umbian lainnya," kata Anthonius.
Dia juga mengakui beras yang terjual di kios-kios milik pedagang dari Buton, Bugis dan Makassar pun jumlahnya sangat terbatas, apalagi harganya mencekik leher mencapai antara Rp25.000-Rp30.000/kg dan itu pun tidak pakai timbangan resmi malah menggunakan kaleng mentega ukuran sedang.
Harga kebutuhan sehari-hari di berbagai ibukota distrik dan ibukota kabupaten di Oksibil sangat mahal, seperti gula pasir dibeli dengan harga Rp15.000/kg, susu kental manis Rp20.000/kaleng.
Pegunungan Bintang dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya bersama 13 kabupaten lainnya di Papua yang diresmikan semasa mantan Mendagri Hari Sabarno di Jayapura, 12 April 2003 dan menjadi kabupaten definitif Agustus 2005 setelah bupati dan wakil bupati dilantik semasa Gubernur Dr.JP.Solossa.
Anthonius mengemukakan, hengkangnya guru-guru tersebut kini mengakibatkan sebagian besar siswa terlantar tidak mengikuti aktivitas belajar dan mengajar. Lebih parah lagi murid-murid tidak bisa mengikuti ulangan akhir semester dan ujian akhir nasional. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006