Ke depan harus dibangun sistem penanganan terpadu mulai dari penanganan kesehatan, rehabilitasi sosial, pendampingan hukum hingga pendampingan psikososial-nya

Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar mengatakan bahwa dibutuhkan sistem penanganan yang terpadu dan terintegrasi dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

"Dibutuhkan penanganan secara terpadu dan terintegrasi," katanya dalam webinar "Media Talk: Ancaman Pidana Pelaku Kekerasan Anak" yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Menurut dia ke depan harus dibangun sistem penanganan terpadu mulai dari penanganan kesehatan, rehabilitasi sosial, pendampingan hukum hingga pendampingan psikososial-nya.

"Ini yang terus dibangun oleh pemerintah khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," katanya.

Ia menambahkan layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 merupakan contoh hadirnya negara dalam hal ini Kementerian PPPA untuk melindungi perempuan dan anak.

"Kami sudah punya layanan SAPA 129, yang dulunya hanya telepon, sekarang sudah head to head orang mau melapor bisa langsung ketemu dengan petugas-petugas layanan," katanya.

Selain itu, menurut dia, diperlukan penguatan kelembagaan yakni ketersediaan sumber daya manusia aparat penegak hukum yang memahami tentang pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

"Penguatan kelembagaan ini ternyata tidak cukup dengan regulasi, tidak cukup sarana prasarana, tapi yang paling penting adalah apakah ada APH (aparat penegak hukum) yang memahami tentang pemenuhan hak perlindungan anak. Kalau tidak ada, maka bisa jadi nanti pasal yang digunakan hanya pasal di KUHP," demikian Nahar.

Baca juga: 14 Fakultas UB buka layanan terpadu kekerasan seksual dan perundungan

Baca juga: Menteri PPPA apresiasi penanganan kasus dugaan kekerasan seksual anak

Baca juga: ULM bentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Baca juga: Menteri PPPA: Ada tantangan dalam penanganan kasus kekerasan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022