Jakarta (ANTARA News) - Perbedaan perayaan 1 Syawal 1432 Hijriyah hendaknya dilihat sebagai suatu hal yang mungkin terjadi dalam pemahaman agama namun tidak diperuncing sehingga menjadi perbedaan mendasar yang justru merugikan umat Islam.

Hal tersebut disampaikan staf pengajar Universitas Ibnu Chaldun, Dr. Umay M. Dja`far Shiddieq MA, dalam pernyataannya kepada ANTARA News di Jakarta, Senin malam.

Umay mengatakan, menurut ilmu falak, posisi hilal pada tanggal 29 Agustus 2011 itu untuk Indonesia sudah di atas ufuk, hanya masih kurang dari 2 derajat, sehingga kecil kemungkinan dapat dirukyat atau dilihat secara kasat mata.

"Bagi yang menganut hisab  wujudul hilal, dapat ber-Idul Fithri 1432 H pada Selasa, 30 Agustus 2011," katanya.

Ia mengemukakan, "Bagi orang yang menganut hisab imkan rukyat dan rukyat, diharapkan menunggu sidang istbat Kemenag pada Senin, yang menetapkan istikmal, yakni bulan Ramadhan digenapkan 30 hari, sehingga Idul Fithri-nya Rabu."

Umay menjelaskan, kedua-duanya Insya Allah benar menurut syariat karena itu disilakan kepada masing-masing umat meyakini salah satu dari keduanya, tanpa harus menyalahkan lainnya, apalagi sampai menuduh "haram".

"Perbedaan dalam paham dan amal agama dibolehkan, tertapi perpecahan dan permusuhan itu adalah ajakan setan," paparnya.

Ia mengharapkan, perbedaan yang terjadi hendaknya tidak diperuncing sehingga mendorong terjadinya perpecahan yang justru akan merugikan umat Islam.

"Mari kita ciptakan suasana damai dalam perbedaan, Allah lah yang paling tahu siapa hambaNya yang bertaqwa," katanya menambahkan.
(Tz.P008)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011