Palembang (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Sriwidjaja (Unsri) Isni Andriana menilai keputusan Pertamina untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi wajar karena harga minyak mentah di pasar global terus melonjak.
“Seperti Malaysia, sudah menaikkan harga BBM-nya sejak Juli tahun lalu. Jadi jika Pertamina menaikkan harga, wajar-wajar saja,” kata Isni di Palembang, Kamis.
Seperti diketahui, ia melanjutkan, kebutuhan BBM dalam negeri mencapai 1,4 juta barel per hari, sementara dukungan dari kilang minyak dalam negeri hanya mampu memproduksi sekitar 800 barel per hari.
Kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional terus menekan harga keekonomisan produk Pertamina karena sebagian besar kebutuhan minyak mentahnya diperoleh dari impor.
Untuk itu, tak heran jika Pertamina menaikkan harga BBM umum atau non subsidi jenis Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex yang berlaku per 3 Maret 2022.
Kenaikan harga BBM nonsubsidi ini berbeda-beda di masing-masing wilayah atau provinsi, yakni berkisar Rp 500-1.100 per liter.
Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex merupakan BBM untuk golongan masyarakat mampu yang porsinya hanya 3 persen dari total konsumsi BBM nasional sehingga relatif tidak mempengaruhi, kata dia.
Sementara, untuk BBM jenis Pertamax dan Pertalite yang lebih banyak digunakan masyarakat belum ada penyesuaian harga oleh Pertamina, namun jika dinaikkan maka akan berdampak signifikan pada perekonomian.
“Yang menjadi konsen saat ini sebenarnya Pertalite, jangan sampai naik karena bisa mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat. Untuk jenis lain, relatif tidak masalah,” kata dia.
Sebut saja, ia melanjutkan, seperti mitra driver online. Selama ini mereka membeli Pertalite karena harga yang tak terpaut jauh dengan Premium, namun jika terjadi kenaikan harga maka kemungkinan besar akan beralih ke segmen Premium.
Bukan itu saja, jika menaikkan harga Pertamax pun, Pertamina harus siap dengan kemungkinan terjadinya peralihan konsumen ke Pertalite.
Oleh karena itu, Kepala Jurusan Manajemen Unsri ini menyarankan pemerintah mulai mempertimbangkan perubahan skema subsidi BBM, dari terbuka menjadi tertutup sehingga menjadi lebih tepat sasaran.
“Pemerintah dapat juga mempertimbangkan kembali pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), menurut saya ini jauh lebih tepat sasaran dibandingkan pemberian subsidi dengan skema terbuka seperti saat ini yang bisa siapa saja menerima,” kata dia.
Sementara itu, Corporate Secretary Subholding Commercial And Trading Pertamina Irto Ginting mengatakan, penyesuaian dilakukan karena harga minyak mentah dunia yang terus melonjak. Saat ini harga minyak mentah dunia sudah menembus level 110 dollar AS per barel.
Selain itu, kenaikan harga BBM non subsidi telah sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Sebelumnya, Pertamina pernah menaikkan harga BBM nonsubsidi pada12 Februari 2022 lalu, menyusul operator lain yang sudah lebih dahulu menyesuaikan harga BBM di tengah naiknya harga minyak mentah dunia.
“Walau ada kenaikan, harga BBM Pertamina masih lebih kompetitif ketimbang operator lainnya yang sudah terlebih dahulu menaikkan harga produk BBM-nya,” kata dia.
Baca juga: Pertamina naikkan harga tiga produk BBM non subsidi
Baca juga: Forci sebut wajar kenaikan harga BBM non penugasan
Baca juga: Pertamina tak akan naikkan harga elpiji subsidi tiga kilogram
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022