...Tidak semua kendaraan punya rem tangan yang baik untuk dipakai berhenti di tanjakan ini. Rejeki kami tak akan hilang pada musim Lebaran ini...
Bandung (ANTARA) - Kehadiran "tukang ganjal" sangat diperlukan bagi pemudik. Bukan untuk memperlambat perjalanan mudik, tapi justru turut menjamin keselamatan perjalanan sebagaimana terjadi di tanjakan Nagrek, terutama di tanjakan tajam Leuweungtiis, Kabupaten Garut.
Nagrek adalah satu area vital dalam lalu-lintas di Jawa Barat, terutama saat-saat mudik seperti sekarang. Karena jumlah kendaraan kontan membludak pasti macet panjang terjadi di sana walau polisi sudah menerapkan sistem buka-tutup arus kendaraan.
Nah, waktu macet di tanjakan curam itulah, pengemudi dan keandalan kendaraan "diuji" dan masih dibantu sejumlah "tukang ganjal" yang kebanyakan masih bocah-bocah itu. Mengandalkan rem tangan mobil? Bisa saja walau masih beresiko karena mobil pemudik bercirikan muatan penuh dan berbeban berat.
"Tidak semua kendaraan punya rem tangan yang baik untuk dipakai berhenti di tanjakan ini. Rejeki kami tak akan hilang pada musim Lebaran ini," kata Ujang Heru (15) salah seorang bocah "tukang ganjal" di Tanjakan Leuweungtiis, Garut.
Sejak dua hari lalu, bocah yang tengah libur sekolah itu menjual jasa sebagai tukang ganjal. Bersama sekitar 20-an tukang ganjal lainnya ia menawarkan jasa kepada pengemudi kendaraan yang kerepotan saat macet di tanjakan.
Sesekali para bocah itu juga membantu mendorong kendaraan yang mogok ke pinggir jalan. Mereka ligat dan sigap sekali dalam urusan ganjal-mengganjal itu.
Caranya, balok-balok langsung diselipkan di belakang ban kendaraan yang memerlukan pada saat diam di tanjakan; begitu bisa berjalan, balok-balok itu langsung ditarik. Begitu berlangsung terus-menerus dan mereka diupah.
"Saya tak mematok tarif untuk jasa ini, namun rata-rata mereka memberi Rp2.000 hingga Rp5.000 untuk uang jasa," kata Ujang.
Meski masih tergolong di bawah umur untuk pekerjaan berisiko itu, namun ia cukup cekatan mengganjal kendaraan dengan ganjal kayunya yang dilengkapi dengan pegangan sepanjang 25 centimeter.
Bahkan ketika ditemui, bocah yang bersekolah di SMP di kawasan Nagreg itu baru saja selesai menjual jasa sebagai pengganjal truk colt diesel yang terjebak macet di Tanjakan Leuweungtiis itu.
Ujang mengaku sudah tahu kedua ia menjual jasa sebagai tukang ganjal. Namun beberapa temannya yang lebih dewasa mengaku sudah sering menjadi tukang ganjal di Nagreg atau di Tanjakan Leuweungtiis.
"Tak hanya saat lebaran seperti ini, setiap akhir pekan juga Nagreg macet dan kami punya peluang jadi tukang ganjal," kata Dede, tukang ganjal Nagreg.
Tentang dibukanya jalur Lingkar Nagreg yang diprediksi bisa menuntaskan kemacetan di kawasan Nagreg pada hari-hari normal, menurut Dede itu sangat menguntungkan bagi pengguna jalan.
"Kalau memang tak ada yang macet lagi di tanjakan, saya juga ikut senang kok. Saya bisa kerja yang lain, lagipula sebagai tukang ganjal hanya sambilan memanfaatkan kesempatan dan peluang yang ada," kata Dede menambahkan.
Sementara itu kemacetan pada H-2 Lebaran di Nagreg kian parah dimana ekor kemacetan hingga ke kawasan gerbang Batalyon Infanteri 300 yang berjasak sekitar tiga kilometer dari kawasan Nagreg.
Volume kendaraan yang membludak, melebihi kapasitas atau kemampuan daya tampung maksimal jalur Nagreg, meski telah diberlalkukan jalur Lingkar Nagreg.
Kemacetan di Nagreg pada musim Mudik Lebaran 2011 ini tidak bukan lagi terkendala di kawasan Nagreg, namun akibat penyempitan jalur dan aktivitas di kawasan Limbangan dan Kadungora Kabupaten Garut.
Sistem tutup buka diberlakukan di jalur Nagreg untuk memecah kemacetan di kawasan pintu gerbang menuju kawasan Bandung Raya itu. (S033)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011