Jakarta (ANTARA) - Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah menetapkan satu anggota polisi sebagai tersangka terkait dugaan penembakan, yang menewaskan seorang warga, saat pembubaran unjuk rasa penolakan tambang di Kabupaten Parigi Moutong.
Kepala Polda Sulawesi Tengah Irjen Pol. Rudy Sufahriadi di Jakarta, Rabu, menyebutkan tersangka polisi itu berinisial Bprika H, yang merupakan bintara dari Kepolisian Resor (Polres) Parigi Moutong.
"Penyidik telah menetapkan Bripka H sebagai tersangka, dengan persangkaan Pasal 359 KUHP, barang siapa karena kesalahannya, kealpaannya, menyebabkan orang lain meninggal dunia, diancam dengan pidana lima tahun penjara," kata Rudy Sufahriadi dalam konferensi pers di Gedung Auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) Jakarta, Rabu.
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil uji forensik dan uji balistik, yang dilakukan Polda Sulawesi Tengah, terhadap senjata api milik anggota polisi yang melakukan pengamanan aksi unjuk rasa pada 12 Februari 2022.
Rudy menjelaskan hasil uji balistik tersebut identik dengan anak peluru proyektil pembanding, yang ditembakkan dari senjata organik pistol HS9 dengan nomor seri H239748 atas nama pemegang Bripka H.
"Begitu juga hasil uji DNA (deoxyribonucleic acid) dari sampel darah yang ditemukan di proyektil dengan darah korban hasilnya identik," jelasnya.
Terkait perkembangan penyidikan kasus tersebut, dia menambahkan, penyidik Ditkrimum Polda Sulteng telah memeriksa 14 saksi, termasuk Bripka H, serta mengamankan barang bukti berupa satu butir proyektil, satu lembar jaket warna kuning, satu lembar baju kaos warna dongker, dan tiga buah selongsong peluru.
Rudy menegaskan pihaknya akan bertindak profesional dalam menangani anggota yang bersalah dengan melanggar standar operasional prosedur (SOP) maupun tindak pidana.
"Kami profesional menangani anggota yang bersalah di dalam melakukan pelanggaran, melanggar SOP yang telah ditetapkan Bapak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo)," katanya.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan anggota yang melakukan pelanggaran pidana maupun SOP kepolisian akan ditindak tegas.
Dedi meminta seluruh anggota Polri untuk menaati seluruh peraturan perundang-undangan dan SOP yang berlaku sesuai komitmen Polri.
"Apabila ini dilanggar, maka ada konsekuensinya, akan ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, aksi unjuk rasa, yang dilakukan masyarakat dengan mengatasnamakan Aliansi Rakyat Tani (Arti), menuntut Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menutup tambang emas milik PT Trio Kencana.
PT Trio Kencana memiliki lahan konsesi di Kecamatan Kasimbar, Toribulu dan Tinombo Selatan.
Massa aksi unjuk rasa, yang bergerak sejak pagi hingga malam, dianggap mengganggu ketertiban lalu lintas, sehingga kepolisian setempat membubarkan para demonstran secara paksa.
Pembubaran aksi tersebut menewaskan seorang warga sipil bernama Erfaldi (21), warga Desa Tanda, Kecamatan Tinombo Selatan, yang diduga terkena luka tembak.
Baca juga: Polisi pulihkan psikologi keluarga korban insiden unjuk rasa di Parimo
Baca juga: Komnas HAM harapkan ada titik terang penyelidikan insiden di Parimo
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022