Jadi setelah ada COVID-19 itu terlihat bahwa hampir semua gaya hidup kita itu dipenuhi oleh barang-barang elektronik dan telematika.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier mengatakan bahwa industri elektronika dan telematika merupakan jantung dari Indonesia 4.0.
"Jadi setelah ada COVID-19 itu terlihat bahwa hampir semua gaya hidup kita itu dipenuhi oleh barang-barang elektronik dan telematika," kata Taufik saat seminar web bertajuk "Subtitusi Impor Produk Elektronika", Rabu.
Karena itu, Taufik menyampaikan bahwa pemerintah perlu mencari sebuah instrumen terbaik dalam potret industri elektronika dan telematika saat ini.
Baca juga: Kemenperin apresiasi industri pengolahan buah tembus pasar AS-Korea
Kemenperin dalam hal ini, lanjut Taufik, bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kemenko Perekonomian, maupun pihak terkait lainnya untuk mencari instrumen dalam memaksimalkan industri elektronika dan telematika dalam negeri.
Taufik memaparkan, impor elektronik Indonesia mencapai 25,5 miliar dolar AS. Sedangkan ekspor produk elektronika dan telematika sebesar 12,5 miliar dolar AS.
"Walaupun kita sudah optimal juga untuk ekspor sekitar 12,5 miliar dolar, ini adalah satu pertumbuhan yang kita dorong ekspornya dari dalam negeri. Di dalamnya juga mengandung unsur bahwa industri dalam negeri mampu berkompetisi secara global," tukas Taufik.
Dari total impor 25,5 miliar dolar AS, sebesar 13 miliar dolar AS atau 53 persen merupakan impor komponen untuk memproduksi industri elektronika dan telematika.
Baca juga: Kemenperin akselerasi program substitusi impor lewat jasa industri
Untuk produk hilir, lanjut Taufik, Indonesia melihat bahwa industri elektronika dan telematika jumlahnya sudah cukup dan tersebar. Mulai dari industri pendingin udaral, kulkas, mesin cuci, pompa air dan produk lainnya yang jumlahnya sekitar 25 produk.
Sayangnya, produk hilir elektronika yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri tersebut masih harus bersaing dengan produk impor.
"Ini tentunya harus kita lihat kembali. Bukannya kami anti impor, tapi kami coba mengendalikan dalam konteks, sampai seberapa besar instrumen yang cocok untuk bisa diterapkan dan tidak melanggar World Trade Organization (WTO)," ujar Taufik.
Untuk itu dibutuhkan kerja sama lintas kementerian dan pelaku usaha untuk mendukung industri elektronika dan telematika tumbuh lebih baik lagi, mengingat 391 ribu tenaga kerja bergantung pada sektor ini.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022