Kupang (ANTARA) - Badan SAR Nasional Kelas A Kupang mewajibkan semua pegawai menggunakan pakaian khas tenun ikat Nusa Tenggara Timur pada HUT ke-50 Basarnas sebagai wujud dukungan terhadap tenun ikat Sumba guna mendapat pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia.
"Perayaan HUT Basarnas ke-50 sangat berbeda karena tahun 2022 seluruh pegawai mengenakan tenun ikat NTT dipadukan dengan seragam Basarnas," kata Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Kupang, Emi Frieser kepada wartawan usai perayaan HUT ke-50 Basarnas di Kupang, Selasa.
Ia mengatakan pemakaian tenun ikat NTT dalam perayaan HUT Basarnas tahun 2022 sebagai bentuk dukungan Basarnas terhadap Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mengajukan tenun ikat Sumba ke UNESCO guna mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya dunia.
"Kami sengaja pada HUT Basarnas ini memadukan pakaian dinas lapangan Basarnas dengan tenun ikat khas NTT sebagai bentuk dukungan terhadap Pemerintah NTT melalui Dekranasda yang telah mengajukan tenun ikat Sumba ke UNESCO agar menjadi warisan budaya dunia," tegasnya.
Apalagi menurut dia Dekranasda Provinsi NTT telah melakukan terobosan yang luar biasa untuk mengajukan tenun ikat NTT dari Sumba mendapatkan pengakuan Unesco sebagai warisan budaya dunia.Dia berharap upaya yang dilakukan Basarnas Kupang dengan mengenakan tenun ikat NTT pada perayaan HUT Basarnas ke-50 dapat berkontribusi positif terhadap upaya Pemerintah NTT agar tenun ikat Sumba bisa mendapatkan pengakuan UNESCO.
"Kami mendukung penuh upaya pemerintah NTT agar tenun ikat asal NTT bisa mendapatkan pengakuan internasional sehingga tenun ikat NTT semakin terkenal di dunia internasional," kata Emi Friezer.
Baca juga: 1.000 milenial dilatih menjadi penenun tenun ikat NTT
Baca juga: Dekranasda NTT perjuangkan tenun ikat Sumba jadi warisan budaya dunia
Baca juga: Ketua DPD LaNYalla: Tenun khas NTT bakal semakin diminati pasar
Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022