Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menyatakan, mendukung Marsekal TNI Djoko Suyanto menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) menggantikan Jenderal Endriartono Sutarto. "Dia itu teman saya. Saya mendukung," kata Ryamizard menjawab wartawan usai menjadi pembicara dalam seminar bertajuk Membangun Peradaban Indonesia yang digelar Gerakan Nusantara Bangkit Bersatu di Jakarta, Minggu. Ryamizard yang pernah diajukan menjadi calon Panglima TNI oleh Megawati Soekarnoputri saat menjabat presiden tidak banyak memberi komentar soal Djoko. Hanya ia berharap, Panglima TNI nanti memberi perhatian lebih pada TNI dan bangsa. Saat menjadi pembicara seminar, Ryamizard menyatakan, saat ini terdapat skenario untuk melemahkan TNI sebagai salah satu pilar negara setelah tiga pilar lainnya yakni politik, ekonomi dan sosial budaya sudah mengalami kerusakan cukup parah. "Skenario penguasaan terhadap suatu negara dilakukan untuk melemahkan semua pilar yang ada. TNI sebagai alat pertahanan negara pun tak luput dari skenario tersebut," kata mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI-AD (Pangkostrad) itu. Dikatakannya, dalam kondisi seperti ini kepedulian semua pihak sangat diperlukan, agar seluruh pilar bangsa tidak hancur begitu saja tanpa upaya pencegahan. "Selagi pilar ini belum hancur atau dihancurkan, harus segera dilakukan upaya penyelamatan atau restrukturisasi, agar kedaulatan Indonesia tidak hilang dari muka bumi ini," katanya. Ryamizard juga menyinggung perlunya upaya meningkatkan rasa nasionalisme dan membangun persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi tekanan global. Menurut mantan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Jaya tersebut, munculnya pandangan sempit tentang persatuan dan kesatuan yang ditafsirkan menurut pikiran dan kehendak masing-masing merupakan indikasi menurunnya wawasan kebangsaan."Sekarang apabila kita bicara persatuan dan kesatuan, maka ada sementara pihak yang menganggap tidak populer," keluhnya. Mantan Panglima Kodam Brawijaya itu mengemukakan, perbedaan mendasar nasionalisme yang lahir di zaman pergerakan dengan sekarang ini adalah saat itu nasionalisme bersifat perekat untuk mempertahankan keutuhan bangsa sedangkan nasionalisme saat ini justru bersifat mengancam keutuhan bangsa. "Nasionalisme sekarang lebih disebabkan oleh munculnya perasaan ketimpangan pembangunan daerah dan pusat, alokasi dana yang tidak seimbang, merasa dieksploitasi pusat, bahkan ada yang mendikotomi antara Jawa dan luar Jawa," demikian Ryamizard.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006