Kota Gaza (ANTARA News) - Pemimpin senior Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) memulai pertemuan dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, di Kota Gaza, Sabtu malam, guna membahas pembentukan kabinet baru. Dua pemimpin utama Hamas, Mahmud Az-Zahar dan Ismail Haniya, serta dua pejabat lain, memulai pertemuan dengan Abbas pukul 19:30 (Ahad, 00:30 WIB) di kantor kepresidenan di Kota Gaza. Itu merupakan pertemuan pertama sejak kemenangan mutlak HAMAS dalam pemilihan anggota parlemen Palestina, 25 Januari. Sami Abu Zuhri, jurubicara Hamas di Jalur Gaza, sebelumnya mengatakan kepada wartawan bahwa Hamas akan berkonsultasi dengan Abbas mengenai semua masalah berkaitan dengan pemerintah baru. Selain itu, Zuhri mengatakan tekanan internasional atas Hamas agar mengakui Israel dan melucuti senjata anggotanya "takkan menjadi pemerasan terhadap kelompok tersebut atau memaksanya melepaskan hak rakyat Palestina". "Hmas takkan menjual hak rakyat Palestina untuk memperoleh bantuan finansial dengan mengakui Israel," kata Zuhri, seperti dilaporkan Xinhua. "Ekonomi Palestina akan memperoleh kembali kekuatannya melalui rencana pembangunan yang dirancang dengan baik," katanya. Sementara itu, Zuhri mengatakan banyak negara Islam dan Arab yang telah dihubungi Hamas berjanji akan melanjutkan dukungan dan bantuan kepada Palestina. Hamas, yang berikrar akan menghancurkan Israel, meraih 74 kursi di parlemen baru yang memiliki 132 anggota, dan mengalahkan gerakan Fatah pimpinan Abbas, yang telah lama mendominasi politik Palestina dan meraih 45 kursi. Abbas, yang telah meminta Hamas agar membentuk pemerintah mendatang, mengatakan kepada wartawan penyelenggaraan pembicaraan resmi mengenai pembentukan pemerintah baru tetap "pradini". Ia mengatakan bahwa pembicaraan semacam itu hanya akan terjadi setelah anggota baru parlemen diambil sumpah mereka dan seorang ketua parlemen dipilih. Selain itu, Abbas mendesak Hamas agar menghormati kesepakatan yang dicapai antara Pemerintah Otonomi Nasional Palestina dan Israel, termasuk rencana perdamaian peta jalan yang didukung masyarakat internasional dan merancang negara Palestina merdeka yang berdampingan dengan negara Israel. Komite Kuartet, yang terdiri atas penengah utama perdamaian Timur Tengah, yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, PBB dan Rusia, mendesak Hamas agar mencela kekerasan, mengakui Israel dan mematuhi kesepakatan terdahulu, atau menghadapi penghentian bantuan. (*)

Copyright © ANTARA 2006