Produk seperti parket kayu, furnitur, kertas, kayu lapis menunjukkan kenaikan lebih dari 20 persen pada 2021 dibandingkan 2020Jakarta (ANTARA) - Produk kayu Indonesia masih punya peluang besar untuk meningkatkan pangsa pasar di Uni Eropa di tengah rencana penerapan kebijakan rantai pasok bebas deforestasi atau Deforestation-free Supply Chain (DFSC).
Adanya sertifikat legalitas kayu yang kini bertransformasi menjadi sertifikat kelestarian kayu dengan promosi yang lebih gencar diyakini menjadi keunggulan bagi produk Indonesia menembus pasar Uni Eropa (UE).
Duta Besar Indonesia untuk Belgia merangkap Luxemburg dan Uni Eropa Andri Hadi sebagaimana rilis yang disampaikan Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) di Jakarta, Minggu mengatakan sampai saat ini pasar UE yang totalnya mencapai 120 miliar dolar AS masih dikuasai oleh China, sedangkan Vietnam yang belum punya FLEGT License pun masih ada di peringkat yang lebih baik dari Indonesia yaitu menempati peringkat ke-10.
Dubes menyatakan meski belum mendominasi pasar UE, namun kinerja ekspor produk kayu Indonesia terus menunjukkan peningkatan sejak terjalin FLEGT VPA dengan UE.
Khusus untuk produk kayu, UE telah memiliki skema FLEGT dan juga sudah menjalin kemitraan sukarela dengan Indonesia (VPA). Indonesia bahkan menjadi satu-satunya negara yang sertifikat produk kayunya (SLK) sudah disetarakan sebagai FLEGT License.
Pada 2016 ketika FLEGT VPA pertama kali terjalin, ekspor produk kayu Indonesia tercatat 813,5 juta euro. Nilainya kemudian konsisten naik dan mencapai 1,07 miliar euro pada 2021.
"Produk seperti parket kayu, furnitur, kertas, kayu lapis menunjukkan kenaikan lebih dari 20 persen pada 2021 dibandingkan 2020," katanya.
Menurut Andri, masih banyak produk kayu yang ekspornya potensial untuk dioptimalkan. Dari 44 kode HS produk kayu yang masuk FLEGT VPA, masih ada 19 kode HS yang masih bisa ditingkatkan ekspornya.
Dia menyebutkan salah satunya adalah produk kayu untuk kebutuhan bahan bakar (dalam bentuk kayu serpih, pelet atau bentuk lainnya). Hal ini dikarenakan banyak negara UE yang masih memanfaatkan bahan bakar biomassa untuk menggantikan batubara.
Terkait konflik Rusia-Ukraina, menurut Dubes, juga bisa berdampak pada ekspor produk kayu Indonesia. Pasalnya, konflik telah menaikkan harga gas yang berarti banyak negara butuh bahan bakar alternatif.
Di sisi lain, Rusia juga telah mengumumkan untuk menghentikan ekspor kayu gelondongan yang akan membuat banyak industri pengolahan kayu di UE kesulitan bahan baku.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Finlandia dan Estonia Ratu Silvy Gayatri mengungkapkan masih banyak potensi produk kayu Indonesia yang bisa digarap di pasar Finlandia.
"Kita bisa lakukan berbagai upaya inovatif untuk menggali potensi produk dan kemudian dipromosikan dalam berbagai ajang di Finlandia,” katanya.
Ketua FKMPI Indroyono Soesilo mengungkapkan kinerja sektor kehutanan positif di awal 2022. Total ekspor produk kayu pada Januari 2022 sebesar 1,23 miliar dolar AS naik 28,2 persen dibandingkan Januari 2021.
Untuk wilayah Uni Eropa dan Inggris, Ekspor pada Januari 2022 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 29,69% dengan nilai 104,1 juta dolar AS dibandingkan dengan catatan pada 2021 sebesar 80,2 juta dolar AS.
"FKMPI siap bekerja sama untuk terus meningkatkan ekspor produk kayu ke UE di tengah situasi yang penuh tantangan saat ini," kata Indroyono yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). saat audiensi FKMPI yang beranggotakan APHI, APKI, APKINDO, ISWA, ILWA, ASMINDO dan HIMKI dengan Duta Besar Indonesia untuk Belgia merangkap Luxemburg dan Uni Eropa Andri Hadi dan Duta Besar Indonesia untuk Finlandia dan Estonia Ratu Silvy Gayatri secara virtual.
Baca juga: Kalangan industri mebel: Jangan buka ekspor kran kayu log dan rotan
Baca juga: RI ingin tingkatkan ekspor kayu dan produk kayu ke Eropa
Baca juga: RI dinilai tertinggal dalam bisnis kayu dan mebel dunia
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022