Tripoli (ANTARA News) - Pemerintah Muamar Gaddafi menguasai Tripoli, ibu kota Libya, kata Saif al-Islam, putra pemimpin negeri tersebut, Selasa pagi.
"Tripoli berada di bawah kendali kami. Setiap orang mesti yakin. Semuanya baik-baik saja di Tripoli," kata Saif kepada wartawan di luar kompleks Gaddafi, Bab Al-Aziziyah, sebagaimana dilaporkan AFP --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Selasa.
"Anda telah menyaksikan bagaimana rakyat Libya bangkit" untuk memerangi pemberontak yang datang ke Tripoli, kata Saif kepada sekelompok wartawan, termasuk seorang koresponden AFP.
"Barat memiliki teknologi canggih yang mengganggu sistem telekomunikasi dan mengirim pesan kepada rakyat" guna mengumumkan kejatuhan rejim, katanya. Ia merujuk kepada kepada pesan teks telepon yang dikirim Ahad (21/8) kepada warga Tripoli.
"Ini adalah perang media dan teknologi untuk menciptakan kekacauan dan teror di Libya," ia menambahkan.
"Mereka juga menyelundupkan gerombolan perampok (ke dalam ibu kota) melalui laut dan darat," kata Saif. Ia merujuk kepada balabantuan gerilyawan yang tiba di ibu kota Libya.
Saif al-Islam, yang dicari oleh Mahkamah Internasional (ICC) karena "kejahatan terhadap manusia" dan yang dikatakan jaksa penuntut ICC Luis Moreno-Ocampo sebelumnya mengatakan telah ditangkap oleh pemberontak, menyatakan gerilyawan telah menderita "kehilangan banyak korban jiwa pada Senin.
Saat itu, gerilyawan oposisi menyerbu kompleks Gaddafi, Bab Al-Aziziyah, di Tripoli.
"Saya berada di sini untuk membantah semua dusta tersebut," kata Saif mengenai laporan tentang penangkapannya.
Senin pagi, pemimpin gerilyawan Mustafa Abdel Jalil sebelumnya mengatakan pada satu taklimat di Benghazi Saif al-Islam dan kakaknya, Mohammed Al-Gaddafi "berada di bawah pengawasan pasukan revolusioner kami dan berada di tangan yang aman".
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011
kehancuran beberapa negara di Timur-Tengah menjadi ajang kepentingannya. Tentu saja dengan bebagai dalih yang sia-sia untuk diterima akal sehat. Kehancuran demi kehancuran telah pula menutup
berbagai kesempatan kerja, keamanan, kesehatan dan sejenisnya.
Apa dan bagaimana selanjutnya nasib negara-negara yang terkena
"musibah" ini? Ini semua tergantung kesadaran rakyat masing-masing untuk berpikir jernih dan sadar.