Bangkok (ANTARA News/AFP) - Myanmar berusaha menghapus citra parianya dengan merangkul tokoh lawan Aung San Suu Kyi dan pengecam lain, tapi perubahan nyata dari penguasa baru itu sulit dipahami.
Pemimpin lawan itu diundang ke ibu kota terpencil tersebut untuk pembicaraan pertamanya dengan Presiden Thein Sein pada Jumat, dalam langkah terkini pemerintah untuk membina hubungan hangat dengan lawan paling terkenalnya.
Beberapa rincian muncul dari pertemuan satu jam antara penerima Nobel Perdamaian itu dangan mantan jenderal tersebut, tapi pakar menyatakan itu langkah besar Pemerintah, yang berkuasa setelah pemilihan umum bermasalah pada November 2010.
Penguasa baru itu -banyak di antaranya menanggalkan seragam tentara mereka untuk ikut pemilihan tersebut- ingin menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab, bukan tentara, kata Aung Naing Oo, pengulas di Lembaga Pengembangan Vahu, yang berpusat di Thailand.
"Mereka ingin terlihat melakukan sesuatu, yang baik bagi negara itu, dan di atas semua, mereka adalah pemerintah warga," katanya.
Tawaran pada Suu Kyi itu, yang bahkan tampak mengejutkan pembangkang tersebut, sangat penting untuk rujuk, tidak peduli alasannya, tambahnya.
Suu Kyi dibebaskan dari tujuh tahun tahanan rumahnya hanya beberapa hari setelah pemilihan umum pada November di Myanmar tersebut, yang juga dikenal sebagai Birma.
Pemilihan umum itu, diwarnai pelanggaran dan ketakhadiran partai Suu Kyi, disebut palsu oleh pemerintah Barat.
Pemerintah pada Juni minta Suu Kyi keluar dari politik dan memperingatkan bahwa rencananya mengadakan lawatan politik nasional dapat memicu kerusuhan danm kekacauan, tapi sejak itu sikapnya melunak.
Pada beberapa pekan belakangan, ia mengadakan dua putaran pembicaraan dengan Menteri Perburuhan di Yangon, bertemu dengan presiden di kantornya di ibukota hutan itu dan ribuan pendukung dalam lawatan politik terbuka sehari di luar Yangon.
Pemerintah juga mendorong Suu Kyi untuk mendaftarkan Liga Bangsa untuk Demokrasi-nya, yang secara resmi dibubarkan pada tahun lalu akibat memboikot pemilihan umum tersebut dan kehilangan suara di parlemen baru.
Partai itu menang dalam pemilihan umum pada 1990, tapi tak pernah diizinkan memerintah oleh penguasa.
Pemerintah baru itu juga menyeru pembicaraan perdamaian dengan suku pemberontak dan mengijinkan utusan hak asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tomas Ojea Quintana berkunjung untuk pertama kali pada pekan ini dalam lebih dari setahun untuk pembicaraan dengan pejabat tinggi Pemerintah.
Sementara ada perbaikan dalam hubungan penguasa itu dengan lawan dan tokoh lain, terlalu dini mengatakan bahwa itu adalah awal segar atau gerakan kosong, kata cendekiawan Myanmar di Amerika Serikat, Win Min.
Ia menyatakan kepemimpinan baru Myanmar siap menenggang kegiatan tertentu lawan dan bekerja sama dengan mereka dalam Pembangunan untuk mendapatkan penerimaan lebih di kawasan dan dunia.
Negara Barat penghukum Myanmar menyeru sejumlah perubahan, termasuk pembebasan sekitar 2.000 tahanan politik dan pengakhiran pelanggaran hak asasi, khususnya terhadap suku kecil.
Pemerintah Thein Sein mengincar ijin memimpin Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2014, setahun sebelum pemilihan umum berikutnya negara itu.
Partai politik tentara, yang menyatakan menang besar dalam pemilihan umum pada 2010 itu, menginginkan peran bergengsi ASEAN itu sebelum pemungutan suara berikutnya, kata pakar Myanmar, yang minta tidak disebutkan namanya.
Tapi, bagi negara dikuasai tentara hampir setengah abad, perubahan mendalam, seperti, kebebasan politik dan akhir sengketa dengan kelompok suku pemberontak memakan waktu lebih lama, katanya.
"Kami harus berhati-hati dalam membayangkan bahwa perubahan negara seperti Birma terjadi semalam, tapi itu bergerak ke arah benar lebih cepat dari yang bisa dibayangkan," demikian pakar itu.
(B002/H-AK)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011