Jakarta (ANTARA) - Direktur Instrumen HAM Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Timbul Sinaga mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan Indonesia meratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (CPED) pada Maret.
“Saya yakin Maret atau April ini sudah bisa diselesaikan,” kata Timbul dalam media briefing bertajuk “Setelah 11 Tahun: Bagaimana Kabar Konvensi Anti Penghilangan Paksa?” yang disiarkan di kanal YouTube INFID TV, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Terkait perkembangan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, Timbul mengungkapkan pihaknya telah berhasil memperoleh tiga paraf dari empat menteri terkait, yakni paraf Menteri Hukum dan HAM, paraf Menteri Luar Negeri, paraf Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
“Info terakhir tadi, saya telepon Kemenpolhukam, sudah diparaf oleh Bapak Menkopolhukam dan sudah dikirim ke Sekretariat Negara. Tinggal menunggu paraf dari Menteri Pertahanan,” ucap dia.
Baca juga: Komnas Perempuan: Integrasikan gender di Konvensi Penghilangan Paksa
Baca juga: Anggota DPR: ICPPED bisa diratifikasi meski tidak masuk prolegnas
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pemulihan bagi korban penghilangan paksa
Timbul mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi dengan Biro Hukum Kementerian Pertahanan. Pihak Kementerian Pertahanan menilai bahwa pada prinsipnya, tidak ada masalah substansi dari RUU tersebut.
Pihak-pihak terkait di Kementerian Pertahanan pun sudah merekomendasikan kepada Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purn) Prabowo Subianto untuk memberi paraf atas RUU Pengesahan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.
“Jadi kita menunggu. Mudah-mudahan awal Maret ini sudah diparaf, kemudian kalau sudah diparaf, tentu nanti akan keluar surat presiden untuk diajukan ke DPR,” katanya.
Lebih lanjut, Timbul mengatakan bahwa, seharusnya, pembahasan di DPR pun tidak lama dan kurang lebih berdurasi dua hari. Durasi pembahasan yang singkat seharusnya memungkinkan karena tidak ada masalah secara substansi, serta naskah akademiknya telah selesai.
“Secara substansi tidak ada masalah, barangkali hanya masalah waktu. Ini harus dikawal,” kata Timbul.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022