Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Maftuh Basyuni menegaskan, biro-biro perjalanan haji khusus yang telah menelantarkan jemaah haji pasti dicabut izinnya dan tidak akan pernah lagi mendapat izin baru meski nama perusahaannya telah diubah. "Mereka saya habisi. Sampai kapan pun tak akan diberi izin lagi," kata Menteri Agama kepada pers seusai melantik 46 pejabat Eselon II di Jakarta, Jumat. Menag menegaskan, meskipun biro perjalanan haji khusus tersebut mengajukan izin baru dengan nama yang lain, Depag tetap bisa meneliti siapa pendirinya. Sebelumnya, sebanyak 249 jemaah calon haji khusus batal berangkat haji karena tidak diurus akomodasinya di tanah suci oleh biro perjalanan hajinya, padahal sebagai jemaah haji khusus plafon terendah yang harus dibayar per jemaah mencapai 4.500 dolar AS. Mereka adalah, 27 orang merupakan jemaah PT Bina Paksi Nusa. Sedangkan 222 orang merupakan jemaah dari konsorsium PT Wisata Idaman (Wida Tour) dengan PT Aurora dan PT Bali Agung. Konsorsium PT Wida Tour sebenarnya telah berupaya mengurus "barcode" bagi jemaahnya ke Arab Saudi, namun akhirnya menyerah sehingga jemaahnya sendiri yang mengurusnya ke tanah suci hingga mendapatkan barcode. Barcode adalah stiker tanda bukti bahwa penyelenggara haji khusus telah mengurus seluruh akomodasi jemaahnya di Arab Saudi. Tanpa barcode tersebut, Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta tidak akan mengeluarkan visa. Namun berhubung waktunya sudah "mepet" dengan tanggal penutupan bagi penerbangan (closing date) ke tanah suci dan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta sudah menutup sistemnya, maka paspor jemaah haji plus yang telah ditempeli "barcode" tersebut tidak bisa lagi memperoleh visa. Pimpinan perusahaan PT Wida Tour, Aurora dan Bali Agung kini sudah mendekam di tahanan Polda Metro Jaya berkaitan dengan laporan jemaah haji yang marah karena tidak jadi diberangkatkan. UU No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji seperti terurai dalam pasal 24 ayat 1d, menyebut bahwa penyelenggara haji khusus wajib memberangkatkan dan memulangkan jemaahnya sesuai ketentuan. Jika tidak maka diancam oleh pasal 28 yakni pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006