"Dalam masa usia nol hingga enam tahun karakter anak bisa dibentuk oleh orang tua, nanti nilai luhur yang diajarkan masa masa itu akan terus membekas sampai dewasa," katanya.
Ia mengungkapkan, pendidikan usia 0-6 tahun itu sudah dipraktekkan di Jepang dimana kaum ibu diberi tanggung jawab membentuk karekter anak mulai dari masalah kedisiplinan, budi pekerti dan keagamaan.
"Terbukti anak-anak Jepang, lebih disiplin dan sampai bersedia mati jika nanti diketahui melakukan korupsi," kata Andreas.
Pada Diskusi Tentang Penyakit Dementia Pada Negara Negara Berkembang di Kantor Berita ANTARA, dia mengatakan bagian otak manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan memori-memori tertentu dalam hidupnya. "Usia nol hingga enam tahun merupakan periode dimana anak menyerap fungsi luhur atau cognitif yang akan dia bawa sebagai memori selama hidupnya," katanya.
Fungsi luhur itu antara lain, mental, intelektual, IQ dan EQ, komunikasi, membuat konsep, dan membuat perencanaan.
Oleh karena itu, pada masa periode emas itu setiap anak perlu diberikan nilai-nilai luhur dan keagamaan, serta kedisplinan sehingga sikap budi luhur dan disiplin dapat terus diingat sepanjang hidupnya.
"Untuk Indonesia sangat cocok jika ibu dan bapak secara bersama-sama memberikan fungsi luhur itu agar mampu akan membentuk karakter anak yang kuat sampai dewasa termasuk nilai-nilai agar tidak boleh mencuri dan korupsi," katanya.
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mulai memperhatikan pendidikan untuk anak usia dini (PAUD) sejak tahun 2002. Dalam kurun waktu 2002-2009 tahun Angka Partisipasi Kasar APK-PAUD sudah mencapai 15,3 juta anak (53,6%). Saat ini PAUD sudah menjadi "Gerakan Masyarakat Secara Nasional (National Public Movement) masyarakat sehari-hari sudah terbiasa membicarakan pentingnya PAUD bagi masa depan putra-putrinya.
Namun masih ada beberapa masalah dalam pelaksanaan PAUD di Indonesia antara lain jumlah anak yang belum mengikuti PAUD masih cukup besar, sarana dan prasarana belajar secara kuantitatif maupun kualitatif masih terbatas.
Selain itu masih terbatasnya juga kreativitas guru PAUD untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran dan sumber belajar dengan memanfaatkan potensi budaya dan alam sekitar serta perbedaan Angka Partisipasi Kasar (APK) peserta PAUD di daerah perkotaan dan perdesaan yang masih sangat besar.
Pada tahun 2004 tercatat bahwa jumlah APK-PAUD baru mencapai 12,7 juta anak (27 persen) dan tahun 2008 APK-PAUD telah mencapai 15,1 juta (50,6 persen).
Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah telah menetapkan rencana jangka panjang agar APK-PAUD tahun 2014 mencapai 21,3 juta (72,6%).
(T.A051)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011