Tidak ada satupun negara mengatakan intervensi saya berhasil
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengatakan tingginya jumlah kasus COVID-19 di berbagai negara dunia membuat Indonesia memiliki waktu untuk mempelajari dan menangani pandemi lebih baik lagi.
“Kita adalah negara ke-80 yang melaporkan transmisi lokal Omicron. Jadi kita punya waktu (untuk mempelajari kondisi dunia),” kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam Konferensi Pers DBS Asian Insights Conference 2022: Towards a Revolutionary Future yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Nadia menuturkan tepat pada saat Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan Omicron sebagai varian baru pada bulan November 2021 lalu, pemerintah Indonesia langsung memikirkan dan merancang regulasi untuk mengantisipasi masuknya Omicron ke dalam negeri.
Sejumlah regulasi yang dibuat saat itu adalah pengetatan pintu masuk dan memperpanjang masa karantina bagi para pelaku perjalanan luar negeri serta mengeluarkan larangan masuk bagi orang yang berasal dari negara-negara dengan penyumbang kasus Omicron tertinggi.
“Itu semua proses untuk mengenali Omicron. Termasuk juga menahan penyebarannya masuk secara meluas di dalam masyarakat kita,” ujar dia.
Baca juga: Kemenkes tunggu arahan resmi WHO cabut status pandemi COVID-19
Baca juga: Inisiatif dana kesehatan global untuk hadapi pandemi di masa depan
Lewat pengamatan dan pengumpulan data-data berbasis ilmu pengetahuan, pemerintah Indonesia memiliki waktu untuk mempelajari kondisi negara lain sehingga dapat menemukan kunci keberhasilan menangani pandemi COVID-19 termasuk pentingnya penguatan protokol kesehatan dan gencar melakukan 3T (testing, testing dan treatment).
Kemudian menyadari Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar, Nadia mengaku pemerintah menyadari bahwa pemberian vaksin booster yang semula diprioritaskan untuk lansia dan penderita komorbid, sangat penting untuk segera diberikan agar imunitas semakin terbangun.
Pemerintah juga mengubah aturan bahwa vaksin penguat itu dapat diberikan untuk seluruh populasi yang berusia 18 tahun ke atas sebagai sebuah langkah melindungi seluruh warga negara, terutamanya kelompok rentan termasuk anak-anak.
Sedangkan agar tidak mengulang terjadinya kelelahan pada tenaga kesehatan dan layanan rumah sakit menjadi lebih baik, pemerintah mulai menguatkan layanan telemedisin di luar pulau Jawa-Bali.
Pemerintah juga membantu rumah sakit bersiap menghadapi potensi lonjakan kasus yang dapat terjadi sewaktu-waktu dengan menambah jumlah ventilator, menambah kapasitas oksigen dan obat-obat baru yang dibutuhkan pasien seperti Molnuvirapir.
Obat baru Paxlovid juga direncanakan mulai disediakan pada bulan Maret 2022 mendatang. Dari sisi jarak, pemerintah tidak ingin pula salah satu provinsi jatuh akibat tingginya kasus infeksi akibat COVID-19.
Oleh sebab itu, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level di seluruh wilayah Indonesia.
Nadia mengatakan hingga saat ini, tidak ada satupun negara yang merasa atau sudah berhasil menangani pandemi.
Ia mengimbau pada masyarakat Indonesia untuk mempelajari kondisi pandemi sesuai dengan karakteristik negara atau daerahnya masing-masing agar tidak terinfeksi.
“Tidak ada satupun negara yang mengatakan intervensi saya berhasil atau Indonesia harus belajar dari negara lain yang intervensinya sangat berhasil. Karena ini spesifik dengan kondisi, situasi dan respon masyarakat masing-masing,” ucap Nadia.
Baca juga: Bank Dunia: G20 harus persiapkan diri untuk pandemi selanjutnya
Baca juga: Ketimpangan vaksinasi global picu sulitnya dunia kendalikan pandemi
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022