Padang (ANTARA News) - Mantan General Manager (GM) PLN Wilayah Sumatera Barat Sudirman mengaku tidak mengetahui jika proyek pengadaan tanah untuk pembangunan kantor PLN Rayon Kuranji Padang bermasalah.

Hal itu dikatakannya ketika memberikan keterangan dalam kasus dugaan pengelembungan harga tanah pembangunan kantor PLN Rayon Kuranji pada tahun 2007 di Pengadilan Negeri Padang, Kamis.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Imam Syafei dan beranggotakan Jon Efreddi dan M Takdir ia mengetahui tentang adanya proyek pengadaan tanah tersebut karena ketika itu menjabat sebagai GM PLN Wilayah Sumbar.

"Tanah itu luasnya sekitar 2.000 meter persegi dengan anggaran total Rp1,3 miliar," katanya.

Sudirman yang kini menjabat GM PLN Pembangkitan Wilayah Sumatera Bagian Selatan mengaku pengadaan tanah tersebut telah terlaksana sesuai proses dan prosedur berdasarkan laporan yang dia terima dari panitia pengadaan.

Dalam proses pengadaan itu, katanya, PLN melalui Surat Keputusan (SK) yang dia keluarkan menetapkan enam orang panitia pengadaan yang diketuai Sunaryo yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.

Ada pun proses pengadaan tersebut, katanya, dilakukan dengan beberapa tahapan, di antaranya melalui survei, penelitian, perbandingan harga, dan pelaporan.

"Pengadaan tanah itu mengacu pada surat direksi. Panitia sudah melakukan sesuai prosedur dan melaporkan hasilnya ke pengguna jasa. Itu didasarkan pada laporan dokumen dari panitia," ujarnya.

Selain itu, Sudirman mengaku hanya menerima laporan tertulis berupa dokumen dari panitia dan tidak pernah mengecek fisik kegiatan ke lapangan.

"Saya hanya mengecek laporan secara tertulis saja, dimana dalam proses pengadaan itu Asrul keluar sebagai pemenang tender. Selanjutnya diproses panitia pengadaan sebelum dana pembelian tanah dicairkan. Tanah itu selanjutnya menjadi aset PLN," jelasnya.

Ketika hakim Imam Syafei menanyakan apakah saksi tidak mengetahui mengapa pengadaan tanah itu menjadi bermasalah, Sudirman menjawab tidak tahu.

Ia baru mengetahui pengadaan tanah itu bermasalah ketika dia diperiksa penyidik kejaksaan tentang dugaan ketidaksesuaian dalam dokumen pengadaan itu.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, diduga adanya ketidakwajaran harga yang dibeli PLN dengan harga di lapangan. Ada kriteria yang harus dipenuhi dalam proses pengadaan ini. Selain berada di pinggir jalan utama, tanah juga harus sesuai dengan harga pasar. Untuk pembayaran dilakukan dua tahap. Tahap pertama sebesar 90 persen dan tahap kedua 10 persen anggaran," katanya.

Selain itu, tambahnya, dalam proses pemeriksaan atau audit internal dan langsung dari pusat juga tidak ditemukan adanya penyelewengan dalam pengadaan tanah tersebut.

Kesaksian serupa juga disampaikan Muji Wardoyo, Manager SDM PLN Wilayah Sumbar. Dia mengaku tidak mengetahui jika proyek pengadaan tanah itu bermasalah.

"Adanya dugaan mark-up (penggelembungan) baru saya ketahui ketika saya diperiksa di kejaksaan," katanya.

Muji menyebutkan, tidak satu pun bukti audit yang negatif terhadap pengadaan tanah tersebut, baik yang dilakukan auditor internal maupun auditor dari pusat.

Kasus itu berawal ketika kedua terdakwa yakni Asrul dan Sunaryo terlibat kerja sama pembelian sebidang tanah untuk kantor PLN Kuranji seluas 2.000 meter persegi dengan anggaran Rp1,3 miliar pada 2007.

Sunaryo sebagai ketua panitia pengadaan tanah meminta terdakwa Asrul mencarikan tanah seluas 2.000 meter di seputaran Air Pacah dan didapat dengan harga per meternya Rp500 ribu.

Setelah mendapatkan kepastian dari Sunaryo, Asrul membayar uang muka tanah sebesar Rp500 juta dan sisanya dijanjikan akan dilunasi setelah PT PLN wilayah Sumbar membayar kepada Asrul.

Posisi Sunaryo sebagai ketua panitia pengadaan tanah disalahgunakannya karena tidak pernah melakukan survei terhadap tanah tersebut.

Harga tanah digelembungkan lebih dari Rp300 juta, sehingga keduanya didakwa melanggar UU Keuangan Negara Pasal 1.

Sidang kembali dilanjutkan Senin (22/8) juga dengan agenda pemeriksaan saksi. (ANT205/R014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011