Sekarang ini sudah 236 juta atau sekitar 86 persen dari populasi. Jadi, kalau target kepesertaan BPJS Kesehatan di 2024 sebesar 98 persen, sekarang tersisa 12 persen lagi

Jakarta (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengejar 12 persen target kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tersisa hingga 2024.

"Sekarang ini sudah 236 juta atau sekitar 86 persen dari populasi. Jadi, kalau target kepesertaan BPJS Kesehatan di 2024 sebesar 98 persen, sekarang tersisa 12 persen lagi," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam dialog virtual FMB9 yang diikuti dari YouTube di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan indeks kepuasan peserta JKN saat ini telah di atas 80 persen. Dari sisi iuran, hingga 31 Desember 2021, tercapai Rp139,55 triliun dengan peningkatan akses pelayanan kesehatan di 23.608 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan 2.810 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Pada 2022, BPJS Kesehatan menetapkan target cakupan kepesertaan menjadi 244,9 juta jiwa dengan indeks kepuasan di atas 80 persen.

"Artinya, dari sepuluh peserta delapan di antaranya mereka puas," katanya.

Ia mengatakan pengumpulan dana iuran pada 2022 ditargetkan menembus Rp152, 27 triliun, sedangkan dari sisi peningkatan akses pelayanan kesehatan mencapai 23.430 FKTP dan lebih dari 3.000 untuk FKRTL.

Menurut dia strategi pemerintah dalam mengejar sisa kepesertaan dilakukan melalui peluncuran Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN dengan menginstruksikan seluruh kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah berkolaborasi memenuhi target kepesertaan BPJS Kesehatan.

Kolaborasi tersebut diimplementasikan di antaranya melalui syarat kepesertaan aktif BPJS Kesehatan bagi pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), keperluan ibadah haji dan umroh hingga transaksi jual beli tanah.

"Banyak mispersepsi dikira kami melakukan pemaksaan lalu mengumpulkan uang. Kondisi keuangan BPJS Kesehatan cukup bagus meski tidak berlebih, tapi dana jaminan sosialnya cukup positif," katanya.

Keuangan BPJS Kesehatan, tambahnya, dikatakan sehat jika tersedia alokasi dana 1,5 bulan untuk membiayai pelayanan kesehatan ke depan, sementara hingga saat ini sudah tersedia untuk kebutuhan sekitar 4,8 bulan.

Ia mengatakan upaya menjaring kepesertaan BPJS Kesehatan dari kelompok masyarakat tidak mampu dilakukan lewat program subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui alokasi APBN dan APBD.

"Jumlah PBI cukup besar, di daerah lebih dari 36 juta jiwa dan di pusat dialokasikan untuk 96,8 juta jiwa dan sudah dipakai 85 juta jiwa," kata Ali Ghufron Mukti .

Pada acara yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan subsidi PBI melalui APBN dibayar melalui Kementerian Kesehatan berdasarkan pembaruan bulanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTK) dari Kementerian Sosial.

"Jumlahnya mencakup 40 persen penduduk. Dari DTKS biasanya Kemensos sampaikan update 85 juta masuk PBI termasuk bayi baru lahir, orang miskin yang didaftarkan lewat dinas sosial," katanya.

Sementara subsidi PBI melalui kocek APBD diberikan pemerintah daerah kepada kelompok masyarakat yang belum masuk dalam daftar PBI tetapi dinyatakan sebagai masyarakat miskin oleh dinas sosial setempat.

"Ada segmen peserta yang didaftarkan oleh pemda jumlahnya signifikan. Pemda nyatakan mereka tidak masuk PBI tapi mereka dianggap tidak mampu, maka Pemda bisa daftarkan dan membiayainya tapi level perawatan kelas 3," demikian Kunta Wibawa Dasa Nugraha.

Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan: Syarat kepesertaan aktif tak bebani birokrasi

Baca juga: BPJS Kesehatan perluas jaringan FKTP

Baca juga: BPJS Kesehatan lanjutkan kerja sama kepesertaan dengan Muhammadiyah

Baca juga: Menaker minta BPJS Kesehatan percepat integrasi data kepesertaan JKP

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022