Gelombang pasang kasus kardiovaskular diperkirakan akan terjadi di tahun-tahun mendatang sebagai penyebab langsung dan tidak langsung dari COVID-19.

Jakarta (ANTARA) - Para ahli memperingatkan penyebaran galur (strain) baru sub varian Omicron di Amerika Serikat (AS) dan potensi dampak kesehatan pascainfeksi, di saat negara-negara bagian besar di negara itu mencabut upaya pembatasan COVID-19.

Sub varian Omicron, atau dikenal sebagai BA.2, yang tampaknya menyebar 30 persen lebih mudah, telah menyumbang 3,9 persen dari seluruh total infeksi, naik dari 1,6 persen di pekan yang berakhir pada 29 Januari, sehingga memicu kekhawatiran bahwa negara itu mungkin tidak dapat kembali normal sesuai rencana.

Menurut sebuah laporan oleh National Public Radio, BA.2 diketahui dengan cepat menyusul infeksi Omicron asli di Afrika Selatan dan negara-negara lain, bahkan menyebabkan lonjakan kedua varian Omicron di Denmark.

Para ahli penyakit menular memperingatkan bahwa hal serupa dapat terjadi di AS, meningkatkan kekhawatiran bahwa penyebarannya "mungkin akan meningkat dengan cepat dalam waktu dekat," papar laporan tersebut.

Orang-orang yang mengenakan masker terlihat di Washington DC, Amerika Serikat, pada 31 Januari 2022. (Xinhua/Ting Shen)Orang-orang melintasi sebuah jalan di Times Square di New York City, Amerika Serikat, pada 14 Februari 2022. (Xinhua/Wang Ying)

Sementara itu, risiko penyakit kardiovaskular dari semua jenis meningkat secara substansial pada tahun pascainfeksi COVID-19, menurut sebuah penelitian yang dirilis di Nature Medicine pada bulan ini, yang menelusuri catatan kesehatan lebih dari 153.000 veteran AS.

Para ahli memperkirakan mungkin ada jutaan kasus baru penyakit kardiovaskular terkait virus tersebut, ditambah dengan memburuknya penyakit itu untuk banyak warga yang sudah terdampak.

"Kami memperkirakan terjadinya gelombang pasang kasus kardiovaskular di tahun-tahun mendatang sebagai penyebab langsung dan tidak langsung dari COVID-19," seperti dilansir The Washington Post, yang mengutip Presiden American Heart Association Donald M. Lloyd-Jones.

Orang-orang melintasi sebuah jalan di Times Square di New York City, Amerika Serikat, pada 14 Februari 2022. (Xinhua/Wang Ying

Sementara Negara Bagian New York mulai mencabut upaya pembatasan COVID-19, tidak semua warganya mendukung keputusan tersebut, lapor The New York Times baru-baru ini.

Menurut jajak pendapat baru yang dirilis pada Selasa (22/2) oleh Siena College Research Institute, 45 persen pemilih terdaftar mengatakan bahwa negara bagian itu seharusnya mempertahankan aturannya yang mewajibkan penggunaan masker atau bukti penerimaan vaksinasi lengkap di area publik dalam ruangan, yang baru-baru ini dicabut.

Perihal penggunaan masker di sekolah, 58 persen pemilih setuju menunggu untuk meninjau data virus pada awal Maret mendatang sebelum memutuskan apakah akan memperpanjang mandat penggunaan masker.

"Saya harap pandemi berakhir dan aman untuk mencabut mandat vaksin, terutama di tempat-tempat di mana masker tidak perlu dikenakan saat makan dan minum," ujar Sadiya Khan, seorang ahli epidemiologi di Northwestern University Feinberg School of Medicine. "Ini sepertinya langkah untuk mempromosikan kenormalan tanpa benar-benar menjadi normal."

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022