Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 13 saksi dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang menyeret tersangka Bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS), di Kepolisian Resor (Polres) Probolinggo Kota, Jawa Timur, Kamis.

"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021, TPPU, dan gratifikasi untuk tersangka PTS," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Sebanyak 13 saksi tersebut yaitu Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Probolinggo Gandhi Hartoyo, Heri Mulyadi selaku pegawai negeri sipil (PNS), Taufiq selaku PNS Sekretaris Kecamatan Krejengan, Basuki Rahmad selaku wiraswasta, Heru Purnomo selaku Direktur PT Cipta Prima Selaras, dan Abdul Hadi Syaifulloh dari pihak swasta.

Selanjutnya ialah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi, Abdul Wasik Hannan selaku petani, pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rety Kusuma Sari, serta empat pihak swasta yakni Johan Wahyudi, Boy Wijaya, Achmad Zainol Fatah, dan Rudi Budiman.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Puput bersama suaminya, yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hasan Aminuddin (HA), sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

KPK juga menyita sejumlah bidang tanah dan bangunan serta aset nilai ekonomis lainnya, dengan total nilai seluruhnya sekitar Rp50 miliar dalam dugaan TPPU Puput tersebut.

Sejumlah aset yang disita KPK tersebut ialah pertama, tanah dan bangunan yang berlokasi di Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kabupaten Probolinggo. Kedua, tiga bidang tanah yang berlokasi di Desa Karangren, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo.

Ketiga, satu bidang tanah yang berlokasi di Kelurahan atau Desa Alaskandang, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Keempat, satu bidang tanah yang berlokasi di Desa Sumberlele, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.

Kasus tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo, Jawa Timur, yang sebelumnya juga menjerat dua orang itu sebagai tersangka.

Terkait kasus suap, Puput dan suaminya kini sudah berstatus terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Puput dan Hasan diduga sebagai penerima suap, sementara dua tersangka lain, yaitu Doddy Kurniawan (DK) selaku ASN atau Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo dan Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN atau Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo, diduga selaku pemberi suap.

Sementara itu, 18 orang lain sebagai pemberi suap merupakan ASN Pemerintah Kabupaten Probolinggo.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pemilihan kepala desa serentak tahap II di Kabupaten Probolinggo mengalami pemunduran jadwal, yang awalnya diagendakan pada 27 Desember 2021. Terhitung pada 9 September 2021, terdapat 252 kepala desa dari 24 kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat.

Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala desa tersebut, maka ditunjuk penjabat (Pj) kepala desa (kades) dari ASN di lingkungan Pemkab Probolinggo, yang usulannya dilakukan melalui camat.

KPK menyebut ada persyaratan khusus di mana usulan nama para Pj kades harus mendapatkan persetujuan Hasan, yang juga suami Puput, dalam bentuk paraf pada nota dinas usulan nama, sebagai representasi dari Puput.

Selain itu, para calon Pj kades juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang. Tarif untuk menjadi Pj kades di Kabupaten Probolinggo itu sebesar Rp20 juta per orang, ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektare.

Baca juga: KPK sita aset Puput Tantriana senilai Rp50 miliar dalam kasus TPPU
Baca juga: KPK panggil Sekda Kabupaten Probolinggo kasus TPPU Puput Tantriana

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022