Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) akan menggunakan kriteria baru yang telah disepakati oleh Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah.
"Kriteria MABIMS baru ini merupakan hasil Mazakarah Rukyah dan Takwim Islam MABIMS pada tahun 2016 di Malaysia yang diperkuat oleh seminar internasional fikih falak di Jakarta yang menghasilkan Rekomendasi Jakarta tahun 2017," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin sebagaimana dikutip dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Rabu.
MABIMS sepakat mengubah kriteria ketinggian hilal (bulan) dari 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat dalam menentukan awal bulan Hijriah.
"MABIMS juga bersepakat, penetapan awal bulan Hijriah tidak hanya melihat aspek saintifik, tetapi perlu melihat aspek syariah, sosiologis, dan psikologis," kata Kepala Subdirektorat Hisab Rukyat dan Syariah Kementerian Agama Ismail Fahmi.
Ia mengatakan bahwa MABIMS semula sepakat menggunakan kriteria tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat untuk menentukan awal bulan Hijriah pada 2018, tetapi urung. Kriteria baru itu baru digunakan tahun 2021.
Menurut Fahmi, penggunaan kriteria baru akan berdampak pada penetapan awal bulan Ramadan, Zulhijah, dan Safar tahun ini.
"Itu akan ada perubahan yang diprediksikan terjadi pada Ramadan, Zulhijah, dan Safar tahun ini. Kita akan ubah sesuai dengan kriteria baru," katanya.
Kementerian Agama akan menyosialisasikan penggunaan kriteria baru dalam penetapan awal bulan dalam penanggalan Hijriah ke organisasi-organisasi massa Islam.
Baca juga:
MUI ajak umat Islam berdoa pada malam tahun baru Hijriah
Observatorium Bosscha amati hilal jelang Ramadhan
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022