Kalau ada yang bilang nelayan kecil tidak dapat kuota, itu salah besar. Justru kita utamakan, sisanya baru untuk industri, baik pelaku usaha yang sudah ada maupun yang baru mulai merintis usahanya di bidang ini
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengutamakan nelayan kecil dalam menentukan kuota dalam kebijakan penangkapan ikan terukur yang bakal dilaksanakan mulai tahun 2022 ini.
“Kalau ada yang bilang nelayan kecil tidak dapat kuota, itu salah besar. Justru kita utamakan, sisanya baru untuk industri, baik pelaku usaha yang sudah ada maupun yang baru mulai merintis usahanya di bidang ini,” kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Menurut Zaini, regulasi terkait hal tersebut yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penangkapan Ikan Terukur akan menjadi pedoman dalam implementasi penangkapan ikan terukur berbasis kuota.
Kuota ini, masih menurut Dirjen Perikanan Tangkap, terbagi menjadi kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota bukan tujuan komersial (hobi, penelitian, serta pendidikan dan pelatihan).
Zaini menegaskan kuota industri untuk pelaku usaha akan dilakukan dengan mekanisme kontrak yang berlaku di empat zona penangkapan ikan terukur, yaitu zona 01 pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711, zona 02 pada WPP 716 dan 717, zona 03 di WPP 715, 718, 714, dan zona 04 yang meliputi WPP 572 dan 573.
"Dengan sistem kontrak nantinya pelaku usaha akan mendapatkan kepastian berusaha. Yang pertama adalah kepastian terkait waktu karena bisa langsung mengajukan 15 tahun, bayar sekali. Artinya tidak ada pencabutan SIUP atau SIPI yang dimiliki, karena sudah ada perjanjian kerja sama," paparnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kepastian berikutnya berkaitan dengan potensi ikan yang ada di laut karena sebelumnya pelaku usaha tidak mengetahui jumlah alokasi kuota di suatu WPP. Dengan penangkapan ikan terukur ini secara terbuka kuota akan ditawarkan ke pelaku usaha.
Zaini mengungkapkan bahwa jumlah kuota ini berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) yang diumumkan dan ditawarkan kepada pelaku usaha yang akan memanfaatkannya.
"Misal, di suatu WPP alokasi untuk berapa unit kapal dan berapa jumlah potensi ikannya," ucapnya.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin mengatakan akan mengawal jalannya penangkapan ikan terukur dengan berbagai kecanggihan teknologi yang terintegrasi.
"Menyikapi program penangkapan ikan terukur yang disampaikan Dirjen Perikanan Tangkap, Ditjen PSDKP telah siap mengawal program tersebut dengan memanfaatkan sistem kontra illegal fishing berbasis teknologi," ujar Adin.
Lebih lanjut Adin memaparkan bahwa sistem pengawasan terintegrasi yang diterapkan terdiri dari VMS (Vessel Monitoring System), AIS (Automatic Identification System) Satelit Radarsat-2, dan Cosmo Skymed sebagai mata KKP yang dikontrol di Pusat Kendali PSDKP Jakarta. Ditjen PSDKP juga akan mengoperasikan Airborne Surveillance untuk memvalidiasi pelanggaran yang ditemukan oleh Pusdal KKP.
Kesiapsiagaan Ditjen PSDKP, lanjutnya, juga akan semakin lengkap melalui Sistem Geofencing yang berfungsi sebagai early warning system terjadinya pelanggaran oleh kapal perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
"Obyek pengawasannya meliputi dokumen perizinan berusaha, jumlah kuota penangkapan ikan, alat penangkapan ikan beserta alat bantunya, operasional penangkapan ikan, kesesuaian pelabuhan pangkalan, ikan hasil tangkapan, hingga distribusi domestik dan ekspor," ungkapnya.
Adin menjelaskan komitmennya untuk mengawal kebijakan tersebut mulai dari sebelum dan saat aktivitas penangkapan ikan serta proses dan pasca pendaratan ikan di pelabuhan pangkalan.
Baca juga: KKP promosikan peluang investasi untuk dukung penangkapan ikan terukur
Baca juga: KKP-GEF bersinergi wujudkan kebijakan penangkapan ikan terukur
Baca juga: KKP terapkan penangkapan ikan terukur di Laut Arafura pada Maret
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022