hanya bajunya yang basah, sedangkan pahlawan kita dahulu justru relah diguyur peluru penjajah demi merebut kemerdekaan yang saat ini kita nikmati...
Sangatta, Kalimantan Timur (ANTARA News) - Upacara peringatan detik-detik proklamasi Indonesia kali ini sungguh basah bagi warga Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Barat. Bagaimana tidak, sejak pagi hujan deras yang mengguyur kota Sangatta, padahal upacara di halaman kantor kabupaten itu, di Sangatta, itu harus berlangsung.
Walhasil, ratusan peserta upacara yang terdiri dari PNS, personel TNI, Polri, pelajar, dan anggota organisasi kepemudaan dan masyarakat yang ingin menyaksikan acara di halaman terbuka, harus mengenakan pakaiannya dalam kondisi basah kuyup.
Sudahlah basah kuyup, lapangan di mana upacara itu digelar berubah menjadi berlumpur dan ini sempat menjadi masalah tersendiri yang akhirnya bisa diatasi dalam prosesi pengibaran bendera kebangsaan kita.
Bupati Kutai Timur, Isran Noor, memimpin upacara itu sebagai inspektur upacara dan Wakil Ketua DPRD setempat, Mahyunadi, membacakan teks proklamasi. Seluruh unsur muspida setempat hadir.
Bagi anggota pasukan pengibar bendera, perubahan kondisi lapangan menjadi berlumpur dan sangat becek itu membawa masalah. Minimal seragam model seragam a'la Bung Karno bagi siswa dan rok bagi siswi, yang semula putih bersih menjadi coklat karena cipratan lumpur.
Hal itu dikarenakan siraman air hujan yang lebat sekali ditambah derap langkah tegap dan langkah maju yang harus dilakukan mereka dengan sepenuh tenaga dalam jarak rapat di barisan masing-masing.
Yang tetap dijaga sungguh-sungguh dan sepenuh hati adalah kebersihan warna bendera nasional.
Bukan cuma mereka, karena sejumlah undangan dari berbagai kalangan yang duduk di bagian belakang panggung kehormatan juga tidak bisa khidmat dalam upacara itu.
"Kami tidak bisa duduk di kursi, karena sepanjang deretan belakang itu basah disiram air hujan," kata Sopian, salah satu undangan pejabat dari Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga Kutai Timur.
Akan tetapi, Ketua MPC Pemuda Pancasila Kutai Timur, Syarifudin Dondo, tidak terganggu dengan hujan. Karena dibandingkan dengan perjuangan para pahlawan dahulu, hujan ini sebagai berkas
"Peserta upacara ini hanya bajunya yang basah, sedangkan pahlawan kita dahulu justru relah diguyur peluru penjajah demi merebut kemerdekaan yang saat ini kita nikmati," katanya
Kalau baju kotor karena lumpur bisa dicuci, tetapi makna dan sejarah dalam merebut kemerdekaan dari penjajah taruhannya adalah darah dan nyawa. jadi menurut saya peserta upacara diguyur air hujan itu merupakan berkah. (*)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011