Banjarmasin (ANTARA) - Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin Ikhsan Budiman menanggapi terkait undang-undang pemindahan ibu kota Provinsi Kalsel ke Kota Banjarbaru yang dianggap janggal dan tanpa uji publik, sementara kedudukan Banjarmasin tetap sebagai pusat perdagangan, kota budaya dan pariwisata.
"Sebenarnya tidak ada yang berubah, Banjarmasin tetap menjadi kota sebagai pusat perdagangan, kota budaya dan pariwisata," ujarnya di Banjarmasin, , Kalimantan Selatan, Selasa.
Menurut dia, meski status bisa berubah tidak lagi menjadi ibu kota provinsi, Kota Banjarmasin tetap menjadi pusat perekonomian di provinsi ini, penuh sejarah budaya hingga kota yang patut dikunjungi wisatawan.
Meski harus menaati keputusan yang sudah diundangkan pemerintah pusat, tentunya, kata Ikhsan Budiman, ada kejanggalan yang Pemerintah Kota Banjarmasin nilai dalam prosesnya tersebut.
"Kenapa ruang partisipasi publik tidak pernah digunakan dalam penerbitan UU ini," tuturnya.
Dinyatakan dia, jika membaca pemberitaan terbit UU ini, pada rancangan UU usulan dari DPR RI, bukan dari pihak pemerintah, harus ada mekanisme pada prosesnya hingga sampai disahkan menjadi UU.
"Harusnya memang ada mekanisme uji publik dengan mengundang kepala daerah masing-masing, demikian pula apa bila RUU itu berkaitan daerah, biasanya peran DPD sangat berpengaruh, tapi 2 hal ini tidak muncul sama sekali," ujarnya.
"Mungkin bisa juga terjebak dalam konsep awal RUU ini yang hanya melakukan perbaikan tataran konseptualnya dari dasarnya UUDS menjadi UUD 45," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, DPR RI dalam rapat paripurna, Selasa (15/2/2022) resmi mengesahkan tujuh Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi menjadi Undang-Undang (UU), salah satunya Provinsi Kalsel.
Dalam UU Provinsi Kalimantan Selatan bab II pasal ke-4 menyebutkan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarbaru. Padahal selama ini di Kota Banjarmasin.
Pewarta: Sukarli
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022