Himbauan ini disampaikan Agus, menyusul saat ini mulai marak penjualan materai palsu ditengah masyarakat.
Materai palsu tersebut banyak beredar di pedagang foto kopi yang biasa menjual materai. Kondisi ini membuat masyarakat rugi, selain rugi materi, penggunaan materai palsu juga berdampak pada kerugian surat yang menggunakan materai.
Agus menjelaskan, bahwa materai dikeluarkan oleh Ditjen Pajak yang dijual melalui kantor Pos. Beberapa masyarakat ada yang membeli di kantor pos dalam jumlah kecil dan besar.
Menurut Agus, materai palsu tersebut bukan keluaran kantor pos, tapi dibeli dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
"Biasanya mereka menjual dengan harga lebih murah, sehingga banyak yang tertarik membeli," kata Agus.
Untuk menghindari pembelian materai palsu, jelas Agus masyarakat perlu memperhatikan ciri-ciri materai terlebih dahulu.
Ada tiga cara untuk membedakan materai palsu dan asli. Cara pertama, melihatnya dengan mata telanjang. Kalau materai yang asli, warnanya ada unsur kekuning-kuningan atau warna keemasan.
"Biasanya yang materai palsu tidak kelihatan warna keemasannya," kata Agus.
Cara kedua, masih dengan cara kasat mata, bisa dilihat dari tulisan Bea Cukai (BC). Kalau materai yang palsu, tulisan BC-nya tidak begitu jelas.
Dan cara ketiga, dengan menggunakan jari tangan. materai yang asli itu hurufnya seperti yang ada di uang kertas, dalam arti ada yang menggunakan huruf timbul.
"Kalau materai asli, kalau huruf timbulnya itu ditempelkan ke kertas HVS putih lalu ditekan kuat, maka akan ada tintanya yang nempel di kertas HVS putih itu, meski sedikit," katanya.
Agus menambahkan, setiap bulannya, kantor pos menjual materai rata-rata 400 ribu hingga 500 ribu materai.
Selain itu, lanjut Agus, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk bersama-sama memberikan himbauan kepada masyarakat agar membiasakan diri membeli materai di Kantor Pos, serta memasang spanduk berisi himbauan yang sama. (ANT)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011