Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengatakan revitalisasi bahasa daerah diperlukan untuk mencegah kepunahan bahasa.

“Indonesia memiliki sekitar 718 bahasa daerah, sayangnya banyak yang terancam punah. Penyebab utamanya adalah para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya pada generasi berikutnya, ujar Nadiem dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Sebanyak 38 bahasa daerah jadi objek revitalisasi pada 2022

Baca juga: Kemendikbudristek meluncurkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah

Salah satu strategi revitalisasi bahasa daerah adalah dengan mendorong satuan pendidikan memuat pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal itu juga perlu didorong oleh kebijakan pemerintah daerah masing-masing. Pada provinsi, kabupaten, serta kota yang memiliki bahasa daerah dominan, seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, diharapkan muatan lokal yang diwajibkan adalah pelajaran bahasa daerah.

“Akan tetapi, wilayah-wilayah yang tidak punya bahasa daerah yang dominan, muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jadi, pilihannya benar-benar ada di masing-masing sekolah,” kata dia.

Namun, wajib tidaknya bahasa daerah menjadi muatan lokal di sekolah, akan tergantung kebijakan masing-masing pemerintah daerah. “Kalau bukan kebebasan masing-masing daerah, berarti bukan Merdeka Belajar. Jadi tergantung,” ucapnya.

Program Revitalisasi Bahasa Daerah makin menggugah sekolah untuk bergerak mengembangkan pembelajaran bahasa daerah yang membangkitkan kreativitas peserta didik.

Untuk melindungi penutur asli bahasa daerah, strategi terbaik adalah dengan memberi peluang seluas-luasnya pada semua penutur asli bahasa daerah untuk menggunakan bahasanya.

Terdapat tiga model revitalisasi bahasa daerah. Pertama, bagi bahasa daerah yang daya hidup bahasanya masih aman, melakukan pewarisan lewat pembelajaran di sekolah. Kedua, bagi bahasa daerah yang daya hidupnya tergolong rentan, walau jumlah penuturnya relatif banyak, gunakan model kedua, dimana fokusnya bukan hanya ke sekolah, tapi juga komunitas-komunitas.

Baca juga: Revitalisasi bahasa daerah lewat digitalisasi aksara nusantara

Model ketiga, bahasa daerah yang daya hidup bahasa daerah mengalami kemunduran, terancam punah, dan kritis, Kemendikbudristek akan berfokus pada komunitas, masyarakat, dan melibatkan komunitas tutur, keluarga-keluarga, forum-forum, dan tempat-tempat ibadah yang dapat dimasukkan pembelajaran bahasa daerah.

“Mengapa bahasa daerah yang berkategori aman juga masuk revitalisasi? Karena, kita tidak ada jaminan bahwa bahasa akan aman selama-lamanya. Bahkan, jumlah penuturnya selalu berkurang. Karena itu pada 2022, kami menargetkan 38 bahasa sebagai obyek revitalisasi. Harapannya, penuturnya akan bertambah,” tuturnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengakui pemerintah daerah Sulawesi Selatan berupaya melestarikan bahasa daerah dengan menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah lewat peraturan gubernur.

“Maka, mari kita terus mendukung agar bahasa daerah menjadi bahasa kearifan lokal dan karakter Indonesia yang memiliki bahasa berbeda-beda. Keberagaman ini adalah modal dasar mempersatukan bangsa,” tutur Andi.

Baca juga: Perda Bahasa dan Sastra Daerah di Sulawesi Tenggara disahkan

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus berkolaborasi mendukung revitalisasi bahasa daerah.

“Kami berkomitmen melestarikan corak keragaman yang indah dan memajukan Jabar Juara menjadi Indonesia Juara,” kata Ridwan.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022